Revisi UU Minerba Wajib Pertegas Hilirisasi Tambang
Revisi UU Minerba harus memperkuat implementasi hilirisasi tambang terutama terkait konsistensi larangan ekspor mineral mentah
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNEWS.COM.JAKARTA – Revisi UU Minerba harus memperkuat implementasi hilirisasi tambang terutama terkait konsistensi larangan ekspor mineral mentah dan konsentrat yang sangat menentukan keberlanjutan investasi smelter.
Perubahan terhadap kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor bakal merusak iklim investasi dan menciderai niat baik perusahaan tambang yang sudah membangun smelter.
Kalangan pelaku usaha khusus pengusaha smelter sangat mencermati rencana ini. Mereka berharap DPR dan pemerintah tetap konsisten dengan kebijakan hilirisasi dan larangan ekspor yang menjadi semangat UU Minerba.
Ini terkait erat dengan kelanjutan pembangunan smelter. Mereka telah menanamkan investasi di smelter sehingga diharapkan ada konsistensi kebijakan.
Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara mengatakan, pemerintah dan DPR harus menggunakan kewenangannya untuk mempertegas implementasi kebijakan hilirisasi.
Jika ada inkonsistensi antara UU Minerba dan peraturan turunannya, revisi yang dilakukan tersebut tidak boleh meninggalkan tujuan utama, yakni meningkatkan nilai tambah dan manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan negara dan masyarakat.
“Indonesia sudah berada pada jalur yang tepat dengan mengembangkan hilirisasi pertambangan sesuai UU Minerba. Yang dibutuhkan saat ini adalah itikad baik dari semua pihak untuk mengimplementasikan secara konsisten kebijakan tersebut,” katanya.
Marwan menambahkan, pihaknya berharap pemerintah dan DPR tidak terpengaruh atau mau diboncengi kepentingan tertentu dalam revisi UU Minerba sehingga merusak iklim investasi dan merugikan masa depan bangsa.
Beberapa perusahaan kini sudah membangun smelter, termasuk rencana investasi yang akan bergulir di sektor pembangunan smelter pada tahun ini. Dampak nilai tambah dan multiplier effect bakal berkali lipat di masa yang akan datang apabila konsistensi kebijakan hilirisasi tersebut tidak diciderai oleh kepentingan sesaat para pihak.
Menurut Direktur Eksekutif CIRUSS Disan Budi Santoso, revisi UU Minerba harus mencerminkan aspek keberlanjutan regulasi.
Dasar dari implementasi kebijakan hilirisasi sudah diletakkan oleh ketentuan dalam UU Minerba dan peraturan turunannya saat ini.
Menurutnya tujuan hilirisasi sejak awal adalah meningkatkan nilai tambah nasional. Oleh karenanya kebijakan ini harus terus didorong. Kesalahan selama ini yang menjadikannya terhambat ketika hilirisasi dibandling dengan tambangnya.
Mungkin karena preseden perusahaan tambang besar dan cadangan besar, maka dua risiko, tambangnya dan smelter harus ditanggung satu perusahaan.
Ini yang akhirnya mengurangi kelayakan ekonomi tambangnya dan kemampuan financial perusahaan. Belum lagi jika dikaitkan dengan ketersediaan infrastruktur dan fasilitas.
Ketua Asosiasi Smelter Indonesia R Sukhyar mengatakan, atas inisiatif DPR, UU Minerba yang baru enam tahun akan direvisi.
Tentu para wakil rakyat ini punya pertimbangan. Tetapi diharapkan kalangan DPR tetap berkomitmen mempertahankan kebijakan larangan ekspor mineral mentah dan konsentrat.
Kebijakan tersebut merupakan salah satu penopang utama keberhasilan hilirisasi karena berkaitan dengan jaminan pasokan bahan baku untuk smelter yang sudah dan akan dibangun.
Sebelumnya diketahui, Komisi VII menargetkan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) rampung pertengahan 2016.
Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan mengatakan, salah satu pokok revisi UU Minerba terkait pengolahan dan pemurnian mineral. Dia menegaskan, larangan ekspor minetal mentah tetap ditegakkan.