Gerindra: Tax Amnesty Bertolak Belakang Dengan Kebijakan Pemerintah
Politikus Gerindra Nizar Zahro menyodorkan saran perbaikan tata kelola perpajakan tanpa harus melakukan kebijakan Tax Amnesty.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Agung Budi Santoso
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus Gerindra Nizar Zahro menyodorkan saran perbaikan tata kelola perpajakan tanpa harus melakukan kebijakan Tax Amnesty.
Caranya melalui penindakan tegas terhadap para pelaku kejahatan perpajakan.
"Persoalan mendasar yang dihadapi sektor perpajakan adalah persoalan kejahatan perpajakan yang sering dilakukan oleh korporasi dan pengusaha," kata Nizar melalui pesan singkat, Jumat (19/2/2016).
Menurut Nizar, hal itu yang mendorong realisasi penerimaan pajak selalu dibawah potensi pajak yang ada saat ini. Kelemahannya ada pada ketidaktegasan pemerintah dalam melakukan penindakan terhadap kejahatan perpajakan.
Untuk itu ke depan, kata Nizar, pemerintah bisa meningkatkan kapasitas penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan perpajakan.
"Saat ini sudah ada Satgas Pengamanan Penerimaan Negara, Satgas ini bisa menjadi instrumen untuk mengejar para korporasi atau pengusaha yang melakukan pengemplangan pajak dan pencucian uang dari pengemplangan pajak," kata Anggota Banggar DPR itu.
Cara kedua dengan fokus orientasi pada perbaikan sistem kelembagaan, perbaikan sistem administrasi perpajakan dan penataan regulasi
Ia mengingatkan menggenjot pendapatan pajak, tidak dapat dilakukan dengan cara-cara yang sifatnya periodik, dan cenderung pragmatis sejenis Tax Amnesty.
Namun harus dilakukan dengan cara yang komprehensif dan sistematis dari hulu hingga ke hilir, yakni dari proses kebijakan yang baik, infrastruktur cukup serta sumber daya manusia yang cakap.
"Kebijakan Tax Amnesty yang saat ini hendak diterapkan oleh pemerintah dengan Mengajukan RUU Pengampunan paham ke FOR RI tentu harus mendapat perhatian yang luas dari masyarakat.
Apalagi rencana memperluas cakupannya, hingga kepada para pelaku kejahatan finansial seperti korupsi, pencucian uang, tentu hal ini bukan persoalan yang sederhana," katanya.
Pemerintah selama ini sudah dua kali melakukan kebijakan Tax Amnesty yaitu tahun 1984 dan tahun 2008.
Ia menilai kebijakan Tax Amnesty tahun 1984 bisa dikatakan gagal total karena tidak diikuti oleh kebijakan lain terutama kebijakan perbaikan sistem administrasi perpajakan yang merupakan landasan dasar keberhasilan Tax Amnesti.
Tax Amnesty Paradoks terhadap Target Penerimaan Pajak Bila berpijak dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional 2015 – 2019 yang menetapkan peningkatan tax ratio sebesar 16% dan target pemerintah tahun 2015 yang menetapkan penerimaan pajak sebesar Rp 1.296 triliun.
"Maka kebijakan Tax Amnesty ini sebenarnya bertolak belakang dari strategi pemerintah untuk mengenjot penerimaan pajak. Bila dilihat dari data yang di rilis oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Ada sekitar Rp 77,3 triliun yang masuk ke dalam piutang pajak. Artinya, bila dilakukan Tax Amnesty maka akan ada sebesar Rp 77,3 triliun yang akan dihapuskan piutang pajaknya. Jumlah ini sangat signifikan kalau dikonversi secara agregatif terhadap target penerimaan pajak tahun 2015," ujarnya.