Pasar Mebel Domestik Tergerus Produk Tiongkok
Penjualan mebel dan kerajinan tangan domestik masih sempoyongan
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penjualan mebel dan kerajinan tangan domestik masih sempoyongan. Kondisi ini akibat serbuan impor mebel dan produk kerajinan tangan asal China. Dewan Pertimbangan Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI), M Hatta Sinatra bilang, tahun lalu merupakan masa yang sulit bagi pasar domestik.
"Properti turun, segala industri turun, penjualan mebel domestik juga turun 30 persen–40 persen," ungkapnya di sela-sela acara gelaran Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2016, Jumat (11/3).
Namun sayangnya AMKRI tidak memerinci data penjualan mebel domestik. Hatta hanya menjelaskan pada dasarnya, penjualan mebel itu sejalan dengan penjualan properti.
Hatta berharap penjualan properti bergairah sehinga AMKRI memprediksi pertumbuhan penjualan di atas 10 persen. "Tahun ini ada paket kebijakan ekonomi yang bisa mendorong, pertumbuhan ekonomi," katanya.
Kini yang ia khawatirkan adalah serbuan impor produk mebel China yang membanjiri pasar. Produk impor asal China menyulitkan mereka untuk bersaing.
Dalam catatan Badan Pusat Statistik, impor mebel kayu dan rotan memang turun pada 2015 dari US$ 29 juta pada tahun 2014 menjadi 28 juta dolar AS.
Namun, proporsi penjualan produk China masih besar ketimbang penjualan produk lokal. "Serangan produk luar sangat besar, pangsa pasar kami hanya 10 persen," katanya.
Makanya, dia berharap pada proyek-proyek pengadaan pemerintah daerah, khusus untuk furnitur memakai produk lokal. Seperti, proyek pengadaan meja bangku sekolah, instansi, rumah sakit, dan lainya. Karena dari proyek itu bisa menjadi ceruk pasar terbesar dari penjualan mebel.
Hari Basuki, Ketua Bidang Pengkaji & Hubungan Antar Lembaga Asosiasi Industri Permebelan & Kerajinan Indonesia (Asmindo), mengakui persaingan dengan produk impor menjadi kendala utama pasar mebel domestik.
Untuk itu, Asmindo sedang mengambangkan program mebel nasional. Di program ini, produsen mebel lokal diminta untuk mengembangkan merek miliknya. Nantinya desain menjadi salah satu nilai tambah yang membuat harga mebel lebih mahal.
"Kami tidak ingin jadi tukang jahit atau, tapi pengembangannya harus menjadi original design manufacturing (ODM), kemudian menjadi original brand manufacturer (OBM). jadi tidak hanya jadi penonton," ujarnya.
Karena itu Asmindo mengajak pengusaha lokal tidak cuma mengandalkan pesanan untuk merek tertentu saja. (Emir Yanwardhana)