Perusahaan Taksi Konvensional di Ambang Kematian
Mintarsih A Latif, salah seorang pengusaha taksi resmi, menilai keberadaan taksi konvensional berada diujung tanduk.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mintarsih A Latif, salah seorang pengusaha taksi resmi, menilai keberadaan taksi konvensional berada diujung tanduk.
Persaingan tak sehat di antara perusahaan taksi resmi dan keberadaan taksi online plat hitam berbasis aplikasi, seperti GrabCar dan Uber membuat ancaman itu semakin nyata.
Dia menilai, aksi unjuk rasa di sejumlah titik wilayah DKI Jakarta pada Selasa kemarin merupakan bukti dari kekhawatiran sopir atau pegawai taksi yang akan kehilangan pekerjaan. Apabila ini terus dibiarkan oleh pemerintah, maka perusahaan taksi konvensional akan tutup dan menambah jumlah pengangguran.
“Demo dalam jumlah besar. Kalau demo begitu besar jangan dilihat penyebab, tetapi kenapa begitu besar? Ada riwayat. Akar permasalahan sudah terlalu susah perusahaan, risiko bangkrut besar. Keadaan parah menyangkut hidup-mati perusahaan, maka terjadi anarkis,” tutur Mintarsih kepada wartawan ditemui di Jakarta, Selasa (22/3/2016) malam.
Dia menjelaskan, akar masalah ini karena ketidaktegasan pemerintah dalam menegakan aturan. Semula pemerintah mengeluarkan izin taksi secara berlebihan, karena itu secara otomatis jumlah pengemudi kurang. Maka perlu modal besar sehingga pengusaha menaikan tarif untuk mencari keuntungan.
Untuk perusahaan taksi konvensional besar tentu itu tak menjadi masalah, namun kata dia bagi perusahaan kecil akan tutup. Sehingga perusahaan mulai mengurangi armada. Situasi sulit seperti ini telah dialami selama bertahun-tahun. Belum lagi belakangan seiring perkembangan teknologi muncul GrabCar dan Uber.
Dia mengklaim pemerintahan sebelumnya mempunyai ‘dosa’ menciptakan situasi seperti ini. Mereka melakukan kelalaian sehingga terjadi monopoli dan kartel perusahaan taksi yang dikendalikan oleh perusahaan taksi besar.
“Yang menentukan segala-galanya siapa? Kelalaian bukan pada pemerintah sekarang, tetapi sejak pemerintah sebelumnya,” kata dia.
Di ujung pembicaraan, dia berharap kepada pemerintah supaya membenahi ini. Aturan transportasi darat harus ditegakan. Seandainya aturan mengenai transportasi dan larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tak sehat dijalankan, maka tak akan terjadi demo berujung anarkis.