Pengamat: Tumpang Tindih Pengelolaan Pulau Batam Sudah Problem Akut
"Dari zaman Presiden Habibie, Megawati, Gus Dur, sampai SBY. Sudah 16 tahun masalah BP Batam belum selesai," ujar Edy
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Permasalahan yang terjadi di Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (BP) Batam ternyata sudah lebih dari satu dekade belum terselesaikan.
Sejak peraturan otonomi daerah di era Reformasi diberlakukan, regulasi mengenai pengelolaan Pulau Batam masih tetap tumpang tindih.
Program Officer Resistance and Alternative to Globalization (RAG) Edy Burmansyah memaparkan masalah BP Batam sudah terjadi sejak 16 tahun lamanya. Sudah empat zaman Presiden kata Edy belum bisa menemukan solusi yang terjadi di wilayah industri dan perdagangan bebas tersebut.
"Dari zaman Presiden Habibie, Megawati, Gus Dur, sampai SBY. Sudah 16 tahun masalah BP Batam belum selesai," ujar Edy kepada Tribunnews.com, Senin (28/3/2016).
Edy memaparkan kawasan perdagangan bebas (Free Trade Zone/FTZ) dilindungi oleh UU no. 1 tahun 2000. Hal itu yang membuat BP Batam sulit dirombak ulang oleh pemerintah.
"Mau membubarkan BP Batam susah, cantolan UU tidak cukup dengan Perpu saja," kata Edy.
Hal yang memberatkan lagi menurut Edy adanya UU no.53 tahun 99 tentang otonomi daerah. Regulasi tersebut pada akhirnya mempersulit pemerintah mengurangi aturan kekuasaan pemerintah di daerah khususnya di BP Batam.
"Lebih penting lagi tahun 99 no.53 tentang kota otonom dan otorita Batam," kata Edy.
Edy menyebutkan jika pemerintha kabinet kerja ingin merevisi aturan, harus merevisi UU terlebih dahulu. Langkah awalnya Edy menilai harus ada Peraturan Pemerintah untuk menentukan operator resmi BP Batam.
"Tidak ada PP ini, kewenangan otorita apa. Masing-masing mengklaim ingin mengambil BP Batam," papar Edy.