Kampanye Negatif IHT Makin Gencar, GAPPRI Kirim Surat ke Presiden
GAPPRI mengadu ke Presiden Joko Widodo melalui surat perihal makin gencarnya propaganda negatif tentang IHT
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) mengadu ke Presiden Joko Widodo melalui surat perihal makin gencarnya pemberitaan dan propaganda negatif tentang Industri Hasil tembakau (IHT).
Terutama bertepatan pada Peringatan Hari Tanpa tembakau Sedunia tiap 31 Mei.
"Kelompok upahan ini sejatinya sudah lama memprovokasi lembaga resmi pemerintah baik Legislatif maupun Eksekutif. Akibatnya terbit kebijakan-kebijakan yang tidak rasional lagi.
Undang Undang dan Peraturan Menteri sampai ke tingkat Pemerintahan Daerah secara sistemik membahayakan kekuatan ekonomi NKRI melalui Industri Hasil tembakau," ujar Ismanu Soemiran, Ketua GPPRI dalam suratnya.
Ismanu, dalam surat itu, mengingatkan Presiden, bahwa seperti pernah disampaikan Panglima TNI beberapa waktu lalu, Proxy War yang dilakukan kelompok anti tembakau, terlihat dari target mereka yang memaksakan kehendak agar Indonesia meratifikasi dan mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), produk hukum yang 100 persen buatan asing.
Kata Ismanu, seperti tertulis dalam surat, sudah banyak ahli yang menyatakan, bila kita mengaksesi FCTC, maka sepenuhnya IHT yang mampu memberikan pendapatan bagi pemerintah ratusan triliun akan dikendalikan oleh asing melalui badan dunia bernama World Health Organisation.
Padahal, banyak berita yang menyatakan, WHO tidak sepenuhnya netral setelah mereka terlilit masalah keuangan.
Kemudian, seperti disampaikan Anggota DPR dari Fraksi Golkar, Firman Subagio, gerakan ini dibiayai industri farmasi global. Karena itu, gerakan anti tembakau ini patut dipertanyakan, mereka bekerja untuk kepentingan siapa dan dengan tujuan apa.
"Kami melihat, kegiatan kelompok antitembakau yang mengaitkan IHT dengan peraturan kesehatan sangat tidak relevan. Pengenaan cukai tembakau menegaskan bahwa IHT sudah sepenuhnya di bawah kontrol pemerintah," tegas Ismanu.
Mengaitkan IHT dengan kesehatan, kata Ismanu, berlebihan. Padahal dampak kesehatan yang disebabkan asap knalpot di jalan raya tentu lebih membahayakan dari pada asap rokok.
Banyak hal lain yang berkaitan dengan kesehatan justru diabaikan kelompok anti tembakau ini, seperti makanan berformalin, junkfood, dan masih banyak lagi, yang justru banyak dikonsumsi anak-anak kita yang berusia dini.
“Kami memohon, Bapak Presiden berkenan memandang lebih arif dan jeli terhadap kampanye hitam kelompok ant itembakau yang mendesak Pemerintah Indonesia meratifikasi dan aksesi FCTC. Karena begitu kita meratifikasi produk Hukum Internasional itu, kita kehilangan kedaulatan atas industri rokok nasional," tegasnya.
"Apa yang kami haturkan ini tidak berlebihan. Sebab industri farmasi multinasional telah menemukan nikotin sintetis dan tembakau sintetis. Faktanya, saat ini sudah beredar rokok yang disebut “rokok elektrik” dengan teknologi tinggi, yang mana industri lokal tidak mampu memproduksinya," ujar Ismanu.
Dalam penutup surat, GAPPRI berharap, Presiden Jokowi mengatur dengan bijak dan adil demi untuk menjaga kedamaian, kesejahteraan, kemakmuran, kejayaan, dan keutuhan lahir dan batin Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tanpa perlu diatur-atur oleh pihak asing. (Yudho winarto/Kontan)