Pemerintah Bisa Turunkan Tarif Interkoneksi hingga 30 Persen
Pemerintah harus berani menurunkan tarif interkoneksi secara signifikan karena provider telekomunikasi makin berkembang dan makin efisien
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah dinilai bisa menurunkan tarif interkoneksi hingga 30 persen seiring dengan perkembangan pesat industri telekomunikasi yang membuat operator makin efisien.
Regulasi yang adil akan menjamin adanya persaingan usaha yang sehat dan menghasilkan kualitas harga kompetitif bagi konsumen.
Pengamat telekomunikasi, Heru Sutadi mengatakan, pemerintah harus berani menurunkan tarif interkoneksi secara signifikan mengingat seluruh provider telekomunikasi di Indonesia tengah berkembang dan semakin efisien.
"Hanya saja, iklim berkompetisi di bidang ini seakan tidak sejalan dengan perkembangan itu dan tugas pemerintah menjamin adanya persaingan usaha yang sehat di dalam negeri," katanya di Jakarta, Rabu (15/6/2016).
Dikatakannya, buah dari kompetisi harga yang bersaing dan dominasi di wilayah tertentu seringkali membuat operator menetapkan tarif seenaknya sehingga membuktikan kompetisi tak terjadi sehingga pemerintah wajib intervensi.
Tarif interkoneksi merupakan komponen yang dikeluarkan operator untuk melakukan panggilan lintas jaringan.
Formula perhitungan tarif interkoneksi ditetapkan oleh pemerintah, dan operator hanya memasukan data yang diperlukan sesuai dengan kondisi jaringan masing-masing operator.
Heru menambahkan pemerintah merancang regulasi itu pada 2005 dan diundang-undangkan pada 2007, sehingga mestinya direvisi kembali saat ini.
"Utamanya, soal penurunan tarif secara bertahap yang dinilai melestarikan praktek monopoli," katanya.
Heru menegaskan seharusnya regulator meninjau ulang aturan itu mengingat saat ini tarif telepon sesama operator jauh lebih murah dibanding tarif interkoneksi atau antar operator.
Keadaan inilah yang memberatkan pelanggan dan secara tak langsung mengarah pada praktek monopoli.
"Kompetisi tidak terjadi, nah penurunan biaya interkoneksi ini diharapkan memicu adanya kompetisi," ujar Heru.
Masyarakat cenderung memilih operator yang murah biaya telepon sesama operator dan sebagian kalangan hal ini wajar saja, namun Heru menilai, adanya kecurangan berusaha.
Pasalnya, ketika di suatu daerah di Indonesia hanya satu operator itu yang memiliki jaringan prima, maka penentuan tarif menjadi tak wajar dan kasus ini banyak ditemui di Indonesia bagian timur.