Dukungan ke 'Brexit' Masih Unggul Tipis, Poundsterling Langsung Melemah
"Bursa finansial memang menjadi sangat tidak stabil selama penghitungan suara referendum ini."
Penulis: Ruth Vania C
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Unggulnya dukungan agar Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit) membuat nilai tukar poundsterling Inggris melemah.
Nilai tukar poundsterling Inggris terhadap dolar AS langsung jatuh drastis sebanyak 3,5 persen menjadi 1,435 dolar AS, Jumat (24/6/2016).
Hal itu terjadi tepat saat hasil penghitungan suara di wilayah Sunderland menyatakan kemenangan atas dukungan untuk Brexit.
Bahkan, mata uang itu terus turun hingga sebanyak enam persen, menjadi 1,3879 dolar AS.
"Bursa finansial memang menjadi sangat tidak stabil selama penghitungan suara referendum ini," jelas Kepala Bursa ETX Capital Joe Rundle.
Menurutnya, ketidakstabilan itu disebabkan oleh ketidakpastian akan hasil referendum, yang menentukan apakah Inggris keluar dari Uni Eropa atau tidak.
Namun yang dikatakan paling menimbulkan kejatuhan adalah prediksi yang menyatakan bahwa kemungkinan besar Inggris akan meninggalkan Uni Eropa.
Padahal, nilai tukar poundsterling sempat menguat sebelum ada penghitungan suara dilakukan, bahkan hingga berada di level tertinggi tahun ini, yakni 1,50 dolar AS.
Berdasarkan pantauan Tribunnews, hingga kini hasil penghitungan suara masih dipimpin oleh dukungan untuk Brexit.
Meski demikian, perolehan suara Brexit masih berbanding tipis dengan perolehan suara yang mendukung agar Inggris tetap bergabung dengan Uni Eropa (pro UE).
Dari hasil penghitungan suara di 10 wilayah dari total 382 wilayah, perolehan suara untuk Brexit mencapai 52 persen dan pro UE 48 persen.
Referendum UE dilakukan pada Kamis (23/6/2016) untuk mengetahui apakah warga Inggris ingin negaranya keluar dari UE atau tidak.
Menjelang referendum, PM Inggris David Cameron terus menyuarakan dukungan dan imbauan pada warga Inggris agar menolak Brexit.
Menurutnya, Brexit akan berdampak buruk pada Inggris, terutama pada perekonomian negara itu.
Di kubu Brexit, ada mantan Wali Kota London Boris Johnson, yang berargumen bahwa berada di tangan UE dapat mengancam kedaulatan Inggris.
Sumber: The Guardian/Heavy