Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Network Sharing dalam Telekomunikasi Tidak Rugikan Negara

skema NS memiliki tujuan akhir memangkas harga layanan pada konsumen karena memungkinkan operator bermitra menggunakan jaringan secara bergantian

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Network Sharing dalam Telekomunikasi Tidak Rugikan Negara
Tribunnews/Hendra Gunawan
Menera telekomunikasi BTS 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemakaian jaringan secara bersama dalam skema network sharing (NS) oleh beberapa operator telekomunikasi, dikatakan sebagian pihak merugikan negara sebab kerjasama business to business ini menghilangkan peran negara dalam penyewaan jaringan milik tanah air.

Pengamat Ekonomi Telekomunikasi, Bambang Widiantono melihat ada yang salah dengan penilaian tersebut.

Pasalnya, skema NS memiliki tujuan akhir untuk memangkas harga layanan pada konsumen karena memungkinkan operator-operator bermitra untuk menggunakan jaringan secara bergantian.

"Sehingga keliru jika dikatakan bentuk kerjasama itu merugikan negara, sementara hal tersebut memberi keuntungan pada rakyat Indonesia dengan tarif murah.  Kalau tarif murah itu ya yang sejahtera rakyat. Yang jelas rakyat harus makmur," ujar Bambang kepada wartawan, Jumat (1/7/2016).

Menurutnya, prioritas keuntungan yang berpedoman pada rakyat bahkan telah ditulis di Undang-Undang.

Ada Pasal 33 di Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang menjamin kesejahteraan rakyat sebagai tujuan utama perekonomian bangsa sehingga industri yang bersikap efisien dengan mempertimbangkan keuntungan rakyat tidak bisa dituduh merugikan negara.

Terlebih, ada pemanfaatan maksimal dari jaringan sebagai fasilitas yang disewakan negara pada operator untuk melayani masyarakat.

Berita Rekomendasi

"Malah kalau nganggur tidak terpakai, itu yang justru jadi kerugian negara, karena tidak terpakai. Kerugian ekonomi," katanya.

Menyoal iklim usaha di sektor telekomunikasi yang terlihat sangat tidak sehat, terutama operator tertentu yang memanfaatkan jaringan negara secara optimal dan menetapkan tarif secara sewenang-wenang.

"Ada posisi dominan dan perusahaan monopoli yang saling terkait dalam permasalahan ini," katanya.

Padahal, lazimnya perusahaan monopoli harus bisa memberikan ruang bagi pelaku usaha lain memanfaatkan back-bone yang dipakai.

Bambang menganalogikan hal tersenbut sebagai jalaan tol, tidak mungkin jalan yang sudah mengorbankan lahan luas untuk membangunnya, hanya boleh dimanfaatkan satu mobil.

Semua seharusnya bisa memakai fasilitas tersebut sesuai aturan, dengan membayar harga sewa.

"Kita bicara Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, soal persaingan usaha di Pasal 17 itu jelas. Bahwa yang memiliki posisi monopoli harus memberi kesempatan pada yang lain untuk masuk di situ," tuturnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas