Target Pertumbuhan Ekonomi 5,2 Persen Sulit Dikejar Jika Investasi Melambat
Pemerintah diperkirakan sulit mengejar target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen pada tahun 2016 ini
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah diperkirakan sulit mengejar target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen pada tahun 2016 ini. Sejumlah komponen yang diandalkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi satu persatu melambat.
Pertumbuhan investasi yang sebelumnya dianggap sebagai motor penggeran utama, ternyata pada kuartal II malah melambat. Seperti yang dirilis Badan pusat Statistik (BPS) pada kuartal II lalu Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) hanya tumbuh sebesar 5,06 persen dari tahun lalu.
Padahal pada triwulan sebelumnya PMTB mampu tumbuh sebesar 5,57 persen. Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) melihat realitas ini menunjukan bahwa upaya pemerintah melalui belanja modalnya belum bisa mendorong pertumbuhan investasi.
Di sisi lain, sektor swasta masih bergerak terbatas akibat masih lemahnya sisi permintaan. "Belanja pemerintah melalui infrastruktur hanya mendorong pertumbuhan investasi fisik," ujar Enny Sri Hartati, Direktur INDEF, Minggu (7/8) di Jakarta.
Padahal investasi fisik ini baru bisa dirasakan dalam jangka menengah. Namun demikian, untuk pertumbuhan investasi non-fisik juga belum terlihat membaik. Padahal investasi non-fisik ini yang langsung menyentuh sektor riil, berkontribusi dalam jangka pendek.
Enny mengaku pesimis pertumbuhan investasi bisa kembali ke level 5,5 persen seperti di triwulan I lalu. Jika berdasarkan pergerakan usaha seperti kondisi ini alias tanpa upaya tambahan, pertumbuhan investasi diperkirakan hanya 5 persen hingga akhir tahun 2016.
Kalaupun bisa, perlu upaya lebih keras dari pemerintah agar mendorong banyaknya aliran dana masuk langsung ke sektor riil. Di sisi lain, pemerintah harus mendorong lebih banyak belanja agar Usaha Mikro, Kecil dan menengah (UMKM) bisa tumbuh lebih baik.
Sementara itu, ekonom Kenta Institut Eric Sugandi menilai pelambatan investasi ada pengaruh dari sikap investor yang masih menunggu situasi lebih baik. Menurutnya, ada signal di awal kuartal II lalu investor hawatir dengan kondisi nilai tukar yang tertekan.
Sehingga, dunia usaha banyak yang meningkatkan biaya produksinya. Ia menilai di kuartal III nanti kondisi akan membaik. Apalagi, ada kecenderungan suku bunga kredit turun dan rupiah menguat.(Asep Munazat Zatnika)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.