Wajib Pajak Ragu Soal Keamanan Amnesti Pajak, Jokowi Diminta Terbitkan Perpres
Sebagian orang masih menunggu sinyal kepastian hukum yang memastikan jika mengikuti program tersebut tidak menjadi persoalan ke depannya.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo dinilai perlu menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk lebih meyakinkan wajib pajak yang mengikuti program amnesti, tidak tersandung hukum dikemudian hari.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysisi (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, masyarakat saat ini sudah mengerti amnesti pajak.
Tapi sebagian orang masih menunggu sinyal kepastian hukum yang memastikan jika mengikuti program tersebut tidak menjadi persoalan ke depannya.
"Jadi harus ada Perpres untuk payung hukum yang mengikat semua penegak hukum tunduk pada Undang-Undang (Pengamunan Pajak), supaya setelah ini dipastikan polisi tidak jalan sendiri, jaksa dan KPK tidak jalan sendiri," tutur Yustinus di acara Sosialisasi Amnesti Pajak, Jakarta, Selasa (9/8/2016).
Perpres tersebut, dinilai untuk lebih menguatkan apa yang telah tertuang dalam UU Pengampunan Pajak, dimana terdapat sanksi lima tahun penjara bagi yang membocorkan data wajib dan tidak dapat dijadikan dasar penyelidikan dan penyidikan tindak pidana apapun.
"Mereka (wajib pajak) ini belum yakin, ketika bawa pulang uangnya, aman tidak yah? Kalau ganti pemerintahan dikejar tidak yah nanti oleh polisi, jaksa?, begitu persoalannya," ujarnya.
Belum yakinnya persoalan keamanan wajib pajak, kata Yustinus, membuat dana yang telah dideklarasikan pada saat ini masih jauh dari target Rp 1.000 triliun dan uang tebusan mencapai Rp 165 triliun.
Pada beberapa waktu lalu, saat Presiden Joko Widodo melakukan sosialisasi amnesti pajak di Bandung, menyampaikan bahwa harta yang telah dideklarasikan mencapai Rp 9,27 triliun dengan nilai rebusan sebesar Rp 193 miliar.