Hindari Penggusuran di Proyek Pembangunan Pembangkit Listrik Baru
"Akan lebih baik, setiap pembangkit itu tidak sampai menggusur dan memindahkan penduduk."
Penulis: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Anggota Komisi VII DPR Hari Purnomo menegaskan PLN tidak boleh melakukan penggusuran dalam proses pembangunan pembangkit listrik baru di berbagai daerah.
PLN perlu mempertimbangkan untuk memberikan ganti untung jika penggusuran tersebut harus dilakukan di kawasan yang sudah padat penduduk.
"Akan lebih baik, setiap pembangkit itu tidak sampai menggusur dan memindahkan penduduk. Tapi jika memang sangat terpaksa, masyarakat harus mendapat ganti untung dari proyek pembangkit," ujar Hari, Selasa (19/7/2016).
Hari juga menegaskan, setiap proyek pembangunan pembangkit listrik baru harus mengacu pada UU yang berlaku. Pendeknya, masyarakat harus mendapat ganti untung jika terjadi penggusuran karena lahannya terkena proyek pembangkit.
Sebelumnya, pengamat energi dan peneliti di Pusat Studi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menyatakan, beban PLN untuk membangun pembangkti baru cukup berat mengingat batas waktu program mega proyek kelistrikan 35.000 MW hanya tersisa tiga tahun.
Sampai saat ini, pembangunan pembangkit baru yang sudah direalisasikan baru sekitar 300 MW atau 0,8 persen dari proyeksi awal alias masih di bawah target pemerintah.
Menurutnya, agar pembangunan pembangkit baru bisa dipercepat, partisipasi semua pihak amat dibutuhkan karena energi merupakan kebutuhan semua orang.
Namun dia mengingatkan bahwa setiap pembangunan pembangkit baru harus tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungan dan dampaknya pada masyarakat yang terkena dampak langsung proyek tersebut.
Beberapa proyek pembangkit baru sulit direalisasikan karena tidak adanya calon investor yang memasukkan penawaran dalam proses lelang.
Misalnya, proyek pembangkit listrik berbahan bakar gas di Pontianak dan pembangkit listrik berbahan gas di Kepulauan Riau.
Hal seperti itu diduga terjadi karena karena karena banyak syarat dan kondisi yang sulit dipenuhi oleh peserta lelang.
Fahmy tetap berharap dengan berbagai kendala yang ada PLN tetap optimistis bisa menyelesaikan tugas dari Pemerintah membangun pembangkit baru sebanyak-banyaknya dan program 35.000 MW bisa dituntaskan di akhir tahun 2019.
"PLN harus mengubah paradigma dalam pengelolaan energi. PLN tidak bisa lagi menyerahkan seluruh risiko pembangunan pembangkit listrik kepada kepada investor peserta lelang karena investor juga akan mempertimbangkan risiko proyek yang mereka ambil," katanya.
Misalnya, risiko penyaluran gas. Pengembang listrik akan menghadapi kesulitan jika harus menanggungnya sendiri. Pihak bank atau lembaga keuangan akan membebankan premium risiko tinggi jika membiayai proyek semacam itu karena risikonya yang juga memang tinggi.
Dia menunjuk contoh proyek IPP Jawa-1. Target onstream 2020 di proyek ini harus sejalan dengan persiapan lahan.
Jika reklamasi lahan dianggap solusi terbaik, PLN perlu hati-hati menghadapi penolakan dari Kementerian, Pemerintah setempat bahkan masyarakat sekitar.
"Kalau dari awal rencana pengembangan pembangkit sampai harus reklamasi, dipindah penduduk, itu harus dicegah, cari opsi lain," tegas Fahmy.
Jjika dipaksakan dengan cara reklamasi, potensi proyek IPP Jawa-1 gagal seperti proyek sebelumnya sangat besar.
Kalaupun berhasil dibangun, tentu harga jual listriknya dia prediksi akan menjadi lebih mahal dan akan membenani masyarakat.