Begini Saran DJP ke Pengusaha yang Miliki Aset Banyak agar Bisa Nikmati Tarif Tebusan 2 Persen
Wajib pajak yang mengikuti program amnesti pajak memiliki tiga kali kesempatan menyampaikan Surat Pernyataan Harta (SPH)
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan saran kepada pengusaha yang memiliki aset banyak, sehingga tidak dapat mengejar periode pertama amnesti pajak yang akan berakhir pada 30 September 2016.
Tarif tebusan amnesti pajak periode pertama yaitu 2 persen untuk repatriasi dan deklarasi dalam luar negeri serta luar negeri sebesar 4 persen.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama menganjurkan, wajib pajak yang mengikuti program amnesti pajak memiliki tiga kali kesempatan menyampaikan Surat Pernyataan Harta (SPH) pengampunan pajak.
"Contohnya, dia (wajib pajak) punya aser 1.000 item, sampai saat ini selesai diinventarisir 700 item, maka itu saja dulu diamnestikan pada periode pertama supaya dapet tarif 2 persennya," tutur Hestu di Jakarta, Rabu (21/9/2016).
Sementara sisanya yaitu 300 item, kata Hestu, bisa disampaikan ke kantor pajak pada periode kedua, namun dengan tarif tebusan yang berbeda dari sebelumnya yakni 3 persen untuk repatriasi dan 4 persen untuk deklarasi.
"Kami hanya sebagai eksekutor, apakah mau diperpanjang (periode tarif tebusan 2 persen), itu levelnya sudah undang-undang atau Peraturan Presiden," tutur Hestu.
Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah memperpanjang periode pertama program amnesti pajak dengan tebusan 2 persen untuk dana repatriasi.
Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani mengatakan, usulan perpanjang masa periode tebusan 2 persen dikarenakan beberapa hal, pertama persoalan konsolidasi aset bagi pengusaha yang jumlah perusahaannya tidak hanya puluhan tetapi ratusan bahkan ada yang mencapai ribuan.
"Konsolidasi di perusahaan-perusahaan itu butuh waktu," ujar Rosan di Jakarta, Kamis (8/9/2016).
Selain persoalan konsolidasi aset, kata Rosan, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait perusahaan cangkang atau Special Purpose Vihicle (SPV) yang baru keluar jelang satu bulan terakhir periode pertama.
"PMK SPV itu baru keluar, padahal para pengusaha Indonesia banyak yang memiliki SPV," ucap Rosan.
Melihat kendala waktu yang dihadapi pengusaha, Rosan pun berharap pemerintah memberikan kesempatan bagi wajib pajak besar untuk menikmati tebusan 2 persen bagi dana repatriasi dengan memperpanjang waktunya.
"Kami sudah menyampaikan kepada kementerian untuk diundur sampai Desember atau para pengusaha hanya menyatakan keterangan tertulis ikut tax amnesti pada September tapi proses administrasinya mundur Desember masih bisa menikmati tebusan 2 persen, kalau ini disetujui saya yakin banyak yang ikut," papar Rosan.