Masa Keemasan Ojek Online Mulai Surut
Karena jumlahnya makin banyak, persaingan antarpengojek pun kian ketat. Akibatnya, penghasilan besar pun sulit didapat.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ojek online atau ojek aplikasi kian hari menjadi alat transportasi andalan masyarakat Jabodetabek. Mudah dan cepat menjadi alasan ojek online diminati masyarakat.
Seiring makin banyaknya konsumen ojek online, pengemudi ojeknya pun juga terus bertambah. Apalagi sebelum ini, banyak cerita tentang bagaimana gampangnya mendapatkan rupiah dengan 'narik' ojek online.
Namun belakangan ini muncul persoalan baru di kalangan pengemudi (driver) ojek. Karena jumlahnya makin banyak, persaingan antarpengojek pun kian ketat. Akibatnya, penghasilan besar pun sulit didapat.
Perusahaan ojek aplikasi yang sempat banyak jumlahnya, kini juga tinggal tiga yang kerap terlihat wira-wiri di jalan-jalan, yakni Go-Jek, Grab Bike, dan Uber.
Zen (38), pengemudi Go-Jek, merasakan ketatnya kompetisi antarsesama ojek online sekarang. Bukan hanya dari perusahaan yang sama, melainkan juga perusahaan berbeda.
Masih segar dalam ingatan Zen, setahun yang lalu ia tidak harus menunggu lima menit untuk mendapatkan penumpang. Bahkan, hanya dengan bekerja setengah hari, ia sudah bisa membawa pulang uang minimal Rp 300.000.
Kini 'masa keemasan' itu berangsur surut. Dia baru bisa mendapatkan order penumpang lebih dari 30 menit. "Sekarang kompetitor bukan hanya dari aplikasi ojek lain, tapi sesama pengemudi Go-Jek saja kita sudah bersaing," katanya saat ditemui Warta Kota, Rabu (28/9).
Zen sendiri sudah bergabung dengan Go-Jek sejak dua tahun lalu. Selama setahun pertama dia benar-benar menikmati 'masa keemasan' dengan penghasilan tinggi tanpa harus bekerja seharian. Kesejahteraan keluarga pun menjadi lebih baik.
Ayah dua anak ini mengakui, jumlah penumpang ojek aplikasi terus bertambah. Namun, menurut dia, jumlahnya tidak sebanding dengan bertambahnya jumlah pengemudi ojek online.
Tak cuma persaingan ketat membuatnya kini harus bersusah payah mengejar order penumpang.
Sistem kinerja di perusahaannya pun diubah sehingga ikut mengubah pendapatannya setiap hari.
Salah satunya adalah ketentuan tarif per kilometer. "Dulu saya pernah ngerasain Rp 5.000 per kilometer, tapi sekarang cuma Rp 2.000 saja," ungkap Zen.
Dengan penetapan tarif saat ini, lanjutnya, rata-rata dia mengantongi Rp 200.000 per hari. Namun uang itu baru bisa diperolehnya jika dia sudah menerima 15 order penumpang dan bekerja sejak pagi sampai sore hari.
Ia mengejar banyak order agar bisa mendapat tambahan penghasilan dari sistem perolehan poin yang berimbas pada pencairan bonus.
Setiap pengojek hanya bisa mendapatkan bonus jika berhasil mengumpulkan 14 poin setiap harinya plus persentase kinerja.
Jika terkumpul 14 poin, akan mendapat bonus Rp 140.000. Pencairan dilakukan per bulan. Akan tetap jika poin terkumpul namun persentase kerja di bawah 50 persen, bonus langsung hangus.
Itu sebabnya, Zen ngotot kerja seharian penuh agar bisa tercapai perolehan poin. "Kalau nggak gini, enggak bakal dapet bonus, lumayan bonusnya Rp 140.000 per 14 poin," katanya. (m7)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.