Kisah Gibran Chuzaefah Sukses Membangun E-fishery
"Sedangkan e-fishery memiliki sensor nafsu makan ikan dan bisa terhubung internet"
Editor: Choirul Arifin
Menjual bisnis
Hasil penjualan itu ia jadikan modal untuk memesan prototipe e-fishery ke sebuah produsen perangkat elektronik di Bandung, empat tahun silam. Kebetulan, di akhir tahun yang sama, Bank Mandiri mengadakan kompetisi Mandiri Young Technopreneur.
Gibran yang terbiasa mengikuti berbagai ajang lomba sejak kuliah pun ikut serta. Hasilnya? Dia berhasil menyabet gelar juara. Lebih penting lagi, ia mendapat modal untuk mengembangkan e-fishery dari sayembara itu.
Tentu, ada kisah jatuh bangun di awal Gibran memulai kiprahnya sebagai pebisnis rintisan. Ambil contoh, saat ia mendekati para peternak ikan.
Gibran pernah bersiasat untuk mendekati perusahaan berskala besar demi memperbesar pasar e-fishery. "Kalau perusahaan besar mau memakai, pasti peternak lain akan ikut," tutur dia.
Ia pun melobi para manajer lapangan di sebuah perusahaan agribisnis berskala besar. Berbagai presentasi ia lakukan. Namun hasilnya? Para manajer lapangan itu menolak menggunakan e-fishery.
Namun penolakan itu tak membuat Gibran putus asa dalam membangun jaringan. Belakangan saat e-fishery sudah mulai bergaung namanya,
"Justru bos besar di perusahaan itu yang memanggil saya. Dan mereka juga akhirnya mau memakai sistim kami," tutur dia.
Perkembangan e-fishery sendiri terbilang pesat. Jika bentuk awalnya hanya bisa dipakai untuk budidaya lele, kini e-fishery bisa digunakan untuk berbagai jenis ikan, baik air tawar maupun air laut, yang lazim dibudidaya.
Misalnya, ikan mas, nila, patin, lele, gurame, hingga kakap. Tambak udang juga bisa memanfaatkan e-fishery.
Menurut catatan Cybreed, sudah ada 17.000 kolam dan tambak ikan di negeri ini yang menggunakan produk mereka. Kebanyakan pelanggan e-fishery berada di Jawa, Sumatra dan Kalimantan.
Memang, tak semua alat tersebut dijual. Ada juga yang disewa. Namun, Gibran tak mau membuka lebih rinci tentang pendapatannya.
Yang pasti, harga satu unit e-fishery berkisar Rp 5 juta hingga Rp 9 juta. Perbedaannya terletak di fitur. Cybreed juga memanen cuan dari biaya berlangganan mobile software e-fishery.
Pendapatan dari usaha plus suntikan modal dari Aqua-Spark serta Ideosource yang tak disebutkan nilanya membuat Cybreed optimistis untuk memperluas pasarnya tak hanya di Indonesia saja.
Saat ini, perusahaan itu menyatakan sudah mendapatkan pesanan dari pebisnis di Thailand, Singapura, India, China, Brazil, dan berbagai negara di Afrika.
Reporter: J. Ani Kristanti, Thomas Hadiwinata