Pemerintah Diminta Segera Berlakukan Cukai Plastik Pada 2017
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia Muhaimin Moefti juga mendukung pemerintah untuk mencari alternatif sumber penerimaan cukai.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengenaan cukai plastik pada 2017 dinilai menjadi langkah positif.
Enny Sri Hartati, Direktur dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengatakan, pengenaan cukai plastik bertujuan untuk mengendalikan konsumsi plastik.
Namun, di satu sisi masyarakat kita masih tak bisa lepas dari kemasan plastik. Untuk itu, menurut Enny, pemerintah harus jelas membuat standardisasi plastik yang akan dikenakan cukai.
"Misalnya plastik kresek yang dinilai banyak merugikan lingkungan, atau plastik yang lainnya. Standar ini harus jelas dibuat," paparnya, Rabu (21/12).
Ia juga menambahkan, pemerintah juga harus memberikan insentif kepada produsen plastik yang memproduksi plastik ramah lingkungan.
"Inilah yang dinamakan azas keadilan, karena dengan demikian kebutuhan konsumen akan plastik tidak terganggu," paparnya.
Kondisi ini juga untuk menghindari efek psikologis pengusaha makanan dan minuman, khususnya pelaku UMKM, yang masih belum bisa lepas dari plastik. Dengan demikian, mereka tak akan memakai plastik yang tidak ramah lingkungan.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo mengaku ekstensifikasi cukai ini sangat baik. Plastik, kata Yustinus, memang memenuhi syarat sebagai objek cukai.
Pengenaan cukai plastik juga dapat menjadi pintu masuk untuk ekstensifikasi objek cukai lainnya. "Ekstensifikasi plastik ini untuk pecah telor bagi ekstensifikasi lainnya, sebab selama ini hal itu belum terjadi. Objek cukai kita hanya itu-itu saja," katanya.
Menurutnya, pemberlakuan biaya sebesar Rp 200 bagi penggunaan kantong plastik tidak cukup efektif dan tidak terukur. Maka itu, masuknya plastik sebagai objek cukai dapat lebih mengena pada fungsi pengenaan cukai tersebut.
"Dengan dimasukannya sebagai objek cukai, unsur pengendalian akan lebih efektif. Selain untuk pengendalian yang merupakan syarat pengenaan cukai, ekstensifikasi ini dapat menambah penerimaan negara," urainya.
Yustinus mengharapkan, setelah plastik akan ada objek-objek cukai lain yang dapat ditambahkan.
"Seperti minuman berpemanis, BBM, dan kendaraan bermotor perlu juga dijadikan objek cukai. Sehingga, dampak buruknya dapat dikendalikan dan pemerintah juga dapat menambah penerimaan," pungkasnya.
Secara terpisah, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia Muhaimin Moefti juga mendukung pemerintah untuk mencari alternatif sumber penerimaan cukai. Pasalnya, kategori barang kena cukai di Indonesia masih sempit.
"Indonesia hanya mengandalkan tiga komoditas saja, yaitu tembakau, etil alkohol atau etanol, dan minuman beralkohol. Padahal, negara-negara ASEAN lainnya mempunyai lingkup barang kena cukai yang lebih luas," kata Moefti.
Sebelumnya, Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi memastikan plastik akan menjadi objek kena cukai di 2017. Menurutnya, plastik yang dipilih adalah plastik yang merusak lingkungan seperti plastik kresek.
Dari 17 persen sampah plastik, 67 persen merupakan dari kantong plastik. "Itulah kenapa kita memprioritaskan plastik sebagai objek cukai dalam rangka pengendalian," tutupnya.(Yudho Winarto)