Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

ICW Diminta Sibak Dugaan Korupsi Korporasi Pembangkit Listrik Dieng-Patuha

Proyek pembangunan PLTP berkapasitas 2x60 Megawatt di Dieng, Jawa Tengah dan 3x60 MegaWatt di Patuha, Jawa Barat, diduga bermasalah.

zoom-in ICW Diminta Sibak Dugaan Korupsi Korporasi Pembangkit Listrik Dieng-Patuha
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Gas buang keluar dari pipa panas bumi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Dieng yang dikelola PT Geo Dipa Energi di Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Minggu (14/4/2013). Potensi panas bumi di Dieng sebagai energi terbarukan sebenarnya sangat besar, yakni mencapai 400 megawatt. KOMPAS/AGUS SUSANTO 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi berkapasitas 2x60 Megawatt di Dieng, Jawa Tengah dan 3x60 MegaWatt di Patuha, Jawa Barat, diduga bermasalah.

Dugaan tersebut dilontarkan kuasa hukum PT Bumi Gas Energi, Khresna Guntarto. Menurutnya, proyek yang dikerjakan perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) PT Geo Dipa Energi (PT GDE), sarat praktik korupsi.

Karenanya, Khresna mendatangi kantor Corruption Watch (ICW) untuk mengajak lembaga swadaya masyarakat tersebut menguak tabir proyek PT GDE, Jumat (23/12/2016).

Dalam kesempatan itu, ‎Khresna memberikan sejumlah berkas proyek PLTP Dieng dan Patuha kepada Egi, anggota Divisi Kampanye Publik ICW.

"Demi adanya kepastian hukum serta keadilan, kami minta ICW  berkoordinasi dengan penegak hukum untuk menindaklanjuti dugaan tindak pidana korupsi korporasi PT GDE dan pihak lain yang terlibat," kata Khresna di Kantor ICW, Jumat (23/12/2016).

Khresna membeberkan sejumlah kejanggalan yang dilakukan oleh PT Geo Dipa Energi (GDE) dalam tender proyek PLTP Dieng-Patuha‎.

Semula, kata dia, proyek ini ditangani Ex Himpurna California Energy LTD (HCE) dan Patuha Power Ltd (PPL)‎. Tapi, dalam prosesnya, proyek ini kembali diambil pemerintah.

Berita Rekomendasi

"Tanggal 4 September 2001, Menteri keuangan melalui Surat Nomor 436/MK02/2001, menunjuk PT PLN sebagai pengelola proyek itu. Sebagai tindak lanjut, tanggal 23 Mei 2002, PLN dan Pertamina menandatangani perjanjian kerjasama pendirian perusahaan untuk menangani rencana pembangunan PLTP Dieng-Patuha," terangnya.

Berdasar perjanjian kerjasama, sambung Khresna, PLN dan Pertamina mendirikan PT GDE sebagai penyelenggara tender.

Dalam struktur kepemilikan saham, PLN memiliki bagian terbesar yakni Rp 218,476 miliar. Sementara Pertamina memunyai Rp 443,526 miliar.

"Akhirnya, tanggal 22 Oktober 2002, PT GDE menggelar tender proyek PLTP Dieng-Patuha kemudian pada 5 Maret 2003 PT Geo Dipa menunjuk PT Bumi Gas Energi (BGE) sebagai pemenang tender. Tapi, PLN dan Pertamina sebagai pemegang saham baru mengesahkan dan menyetujui PT BGE sebagai pemenang tender tanggal 17 Maret 2004," ungkapnya.

Menurutnya, PT GDE telah berbohong memiliki concession right (wilayah kuasa pertambangan/ WKP) dan izin usaha pertambangan (IUP) atas nama GDE yang tertuang dalam perjanjian Dieng-Patuha geothermal project development Nomor KTR001/GDE/II/2005 antara GDE dengan BGE pada 1 Februari 2005.

"Kami mempertanyakan consession right yang dimiliki GDE melalui korespondensi pada 6 April 2005, 15 April 2005 dan 25 April 2005. Jawabannya, WKP/IUP PT GDE masih proses di Pertamina sebagai pemegang saham mayoritas, maka pelaksanaan proyek agar dapat tetap berjalan," terangnya.

Selain itu, Khresna mengungkapkan dugaan korupsi PT GDE dalam proyek PLTP Dieng-Patuha‎ ketika sengketa masih berlangsung dengan PT BGE.

Ia mencontohkan, tanggal 29 September 2009, PT GDE menandatangani kredit dengan BNI senilai 103 juta USD untuk pengembangan Patuha I.

"Penandatangannya oleh PT BNI diwakili Direktur Korporasi BNI dan Dirut PT GDE, padahal belum memiliki WKP dan IUP, bahkan masih terdapat proses sengketa hukum antara GDE dengan BGE," tukasnya.

Karenanya, Khresna menilai perbuatan melawan hukum PT GDE berkesesuaian dengan fakta yang dilampirkan BGE, sehingga perlu tindaklanjut.

"Sebab, negara ditaksir mengalami kerugian cukup besar yakni 103 juta USD. Selain itu, GDE juga melanggar UU Nomor 27 Tahun 2003 tentang panas bumi," tudingnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas