Pemerintah Diminta Pertimbangkan Kembali RUU Pertembakauan
RUU yang disahkan 15 Desember 2016 lalu, akan segera dibahas bersama DPR dan Pemerintah untuk segera menjadi undang-undang.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan telah menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas DPR RI 2017.
Artinya, RUU yang disahkan 15 Desember 2016 lalu, akan segera dibahas bersama DPR dan Pemerintah untuk segera menjadi undang-undang.
Ketua Umum Komisi Nasional Pengendalian Tembakau, Prijo Sidipratomo meminta agar Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak mengeluarkan Surat Presiden (Surpres), agar RUU tersebut tidak akan dibahas.
"Sebaiknya Presiden tidak mengeluarkan Surpres, sehingga RUU itu tidak akan dibicarakan oleh pemerintah. Sebab RUU itu tidak ada urgensinya," kata Prijo kepada wartawan di Jakarta, Kamis (12/1/2017).
Phaknya menginginkan RUU tersebut tidak dibicarakan antara DPR RI dan pemerintah. Dirinya berasalan, karena hal ini bukan prioritas.
"Komnas menginginkan RUU itu tidak di bicarakan, karena bukan prioritas," kata Prijo.
Menurutnya, jika memang untuk memberdayakan petani tembakau, jalannya bukan RUU, namun cukup keluarkan Peraturan Pemerintah (PP).
"Andaikan akan memberdayakan petani tembakau dan produknya cukup melalui PP yang merupakan turunan dari Undang-Undang Pertanian yang jauh lebih lengkap. Dan membuat PP lebih murah daripada membuat UU," kata Prijo.
Sebelumnya, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Lily Sriwahyuni Sulistyowati, mengatakan, RUU itu hanya menitik beratkan kepada pengaturan, pemanfaatan produk tembakau secara jangka pendek dan lebih kepada petani, tanpa mempertimbangkan dampak buruk Konsumsi produk tembakau terhadap masyarakat khususnya generasi penerus bangsa.
"Tidak memberikan jaminan perlindungan maupun kesejahteraan kelompok masyarakat menengah bawah seperti nelayan, buruh, kaum wanita, guru, pelajar dan mahasiswa , bayi dan anak-anak," kata Lily.
Lily menjelaskan, tujuan RUU Pertembakauan lebih kepada petani tembakau dan tidak pada petani lainnya yang mempengaruhi kebutuhan hidupnya.
"Secara yuridis substansi pokok dalam RUU Pertembakauan sudah diatur dalam berbagai undang-undang berikut peraturan pelaksanaannya. Sudah berjalan harmonis dalam implementasinya. Baik tentang produksi, distribusi, industri, harga dan cukainya, pajak dan retribusinya, kesehatan, perlindungan dan pemberdayaan petani. Hal ini sudah dipikirkan dalam jangka pendek dan jangka panjang. Jadi RUU ini tidak diperlukan lagi dibahas," katanya.