Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Usaha Geothermal Tidak Pasti Presiden Jokowi Diminta Turun Tangan

Presiden Jokowi pun diminta tegas dan turun tangan untuk menangani masalah ini agar bisnis bernilai triliunan rupiah diselamatkan.

zoom-in Usaha Geothermal Tidak Pasti Presiden Jokowi Diminta Turun Tangan
MAPIO.NET
Pengembangan energi geothermal PT Chevron Indonesia di Gunung Salak. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Usaha panas bumi (geothermal) di Indonesia mengalami ketidakpastian yang sangat luar biasa, setelah majelis hakim menolak eksepsi dari pihak BUMN PT Geo Dipa Energi (persero).

Presiden Joko Widodo pun diminta tegas dan turun tangan untuk menangani masalah ini.

"Hal ini akan menjadi preseden yang sangat buruk bagi usaha panas bumi di Indonesia. Akibatnya juga sangat fatal karena dipastikan akan menghambat program listrik pemerintah," kata Kuasa Hukum Geo Dipa, Lia Alizia SH dalam pernyataannya di Jakarta, Senin (13/2/2017).

Lia didampingi Heru Mardijarto SH MBA, Yusfa Perdana SH, dan Rudy Andreas Halomoan Sitorus SH dari Kantor Hukum Makarim dan Taira S memberikan respon atas penolakan majelis hakim atas nota keberatan (eksepsi) yang diajukan oleh terdakwa dan kuasa hukum.

"Presiden Jokowi harus menyelamatkan bisnis yang menyedot modal triliunan rupiah ini. Kalau dkriminalisasi terhadap BUMN Geo Dipa dibiarkan, maka modus yang sama bisa juga menimpa PT Pertamina Geothermal Energi yang memiliki 14 wilayah pengusahaan panas bumi lain di Indonesia," kata Lia.

Lia menjelaskan, kliennya dituduh telah melakukan penipuan karena dianggap tidak menyerahkan bukti kepemilikan izin konsesi kepada Bumigas sehingga menimbulkan kerugian terhadap Bumigas.

"Padahal, dalam konteks hukum panas bumi di Indonesia istilah izin konsesi tidak dikenal, melainkan dikenal kuasa pengusahaan," kata Lia.

Berita Rekomendasi

Dia menjelaskan, Geo Dipa memperoleh hak pengelolaan untuk mengelola wilayah panas bumi Dieng dan Patuha dari PT Pertamina (Persero) selaku pemegang kuasa pengusahaan panas bumi yang diberikan oleh Pemerintah RI.

"Dengan tetap berlangsungnya perkara ini tentu saja menjadi suatu bentuk kriminalisasi terhadap klien kami," kata Lia.

Apabila hak pengelolaan Geo Dipa tersebut tidak diakui, maka hak pengelolaan PT Pertamina Geothermal Energi untuk 14 wilayah pengusahaan panas bumi lain di Indonesia yang memiliki izin yang sangat identik dengan izin pengusahaan sumber daya panas bumi PLTP Dieng dan Patuha yang dikelola Geo Dipa, juga akan menjadi tidak diakui dan ilegal.

Selain itu, kata Lia, apabila kriminalisasi yang tanpa dasar ini dibiarkan dan dikuatkan oleh putusan maka bukan tidak mungkin seluruh Direksi, Dewan Komisaris, serta pemegang saham Geo Dipa dan PT Pertamina Geothermal Energi pun dapat dilaporkan pidana oleh pihak lain yang bermaksud merebut dan mengambil wilayah pengusahaan panas bumi secara melawan hukum yang berlaku di Indonesia.

"Hal ini tentu saja sangat aneh dan menggangu iklim usaha panas bumi di Indonesia yang saat ini sedang didorong dan sidah menjadi program Pemerintah," kata Lia.

Terlebih lagi proyek PLTP Dieng dan PLTP Patuha yang dikelola Geo Dipa termasuk ke dalam program Pemerintah Republik Indonesia untuk ketahanan energi listrik 35.000 MW sebagaimana diinstruksikan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan saat ini telah ditetapkan sebagai salah satu obyek vital nasional.

Lia menambahkan, melihat adanya kriminalisasi dan kejanggalan hukum, pihaknya juga telah dan akan terus berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Yudisial dan institusi-institusi terkait lainnya guna memantau dan mengawasi proses persidangan ini.

Kemudian Lia juga membeberkan sejumlah pelanggaran hukum/prosedur yang dilakukan oleh Penuntut Umum dan Penyidik Kepolisian di dalam proses pemeriksaan perkara ini seperti yang telah uraikan di dalam eksepsi.

Lia mengatakan, berdasarkan bukti-bukti dan fakta-fakta hukum yang telah disampaikan, surat dakwaan Penuntut Umum terkesan dipaksakan karena perkara ini sesungguhnya murni merupakan sengketa kontrak lingkup perdata dan sama sekali bukan atau tidak termasuk ke dalam ranah hukum pidana.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas