Hitungan Tarif Interkoneksi, Pemerintah Diminta Gunakan Skema Paling Efisien
Penetapan tarif itu sendiri bisa dilakukan mengunakan dua pendekatan, yakni ilmu ekonomi dan ilmu bisnis
Editor: Eko Sutriyanto
Dalam kondisi seperti sekarang ini, tarif yang tinggi menyebabkan perpindahan surplus konsumer ke surplus produser.
Apabila regulator tetap mempergunakan angka perhitungan LRIC diatas sebagai acuan yang mengakibatkan sangat tingginya tarif telekomunikasi.
Konsumen berhak mempertanyakan karena bertentangan dengan ayat 3 Pasal 33 UUD 1945 yang menyatakan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Apabila regulator tetap mempergunakan metode LRIC, seyogyanya regulator segera melakukan perhitungan ulang tarif interkoneksi dengan mengacu kondisi operator yang paling efisien,” paparnya.
Dalam diskusi yang diselenggarakan Indonesia Technology Forum (ITF) kemarin, juga mencuat rencana pemerintah untuk mendorong penurunan tarif interkoneksi guna mendukung efisiensi industri telekomunikasi nasional.
Baca: APJATEL Minta Pemerintah Segera Terapkan Tarif Interkoneksi Baru
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara di Seminar Nasional Indonesia Technology Forum (ITF) menekankan kembali bahwa interkoneksi adalah hak pelanggan yang harus dilayani oleh operator.
"Pelanggan punya hak untuk mendapatkan layanan interkoneksi, sebaliknya, kewajiban operator untuk memberi layanan interkoneksi kepada masyarakat," katanya.
Mengingat interkoneksi itu juga berdimensi B2B (business to business) sehingga ada business arrangement, seyogianya perbedaan dalam cara bisnis operator ataupun capex tidak boleh menjadi penghalang interkoneksi.
“Kepentingan pemerintah dalam interkoneksi adalah pelanggan dan industri yang sustainable. Ujung-ujungnya ya harus industri yang sustainable,” tandasnya.
Komisioner BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) I Ketut Prihadi Kresna juga mengamini keinginan pemerintah dengan menegaskan bahwa pihaknya jelas mendukung industri telekomunikasi yang sehat. “Penyesuaian terhadap tarif interkoneksi adalah salah satu upaya mengarah kepada persaingan industri telekomunikasi yang sehat,” tegasnya.
Direktur Telekomunikasi Ditjen PPI Kominfo Benyamin Sura menjelaskan pihaknya saat ini masih terus mengkaji bersama BRTI terkait tarif interkoneksi.
“Saat ini kami sedang melakukan lelang tahap kedua untuk mendapatkan verifikator independen untuk menilai besaran nilai interkoneksi yang tentu membutuhkan data-data dari operator,” ungkapnya.
Dengan verifikator independen tersebut diharapkan besaran nilai interkoneksi dapat diterima oleh semua pihak. Pernyataan ini diungkapkannya menyikapi keinginan pemerintah terkait penurunan tarif interkoneksi yang di lapangan masih ada pro kontra.