Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta Minta Pengertian LMKN Soal Royalti

Ada tuduhan sebagian pihak terhadap pengusaha atau user hiburan yang menggunakan lagu di eksekutif karaoke room tidak mau membayar royalty

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta Minta Pengertian LMKN Soal Royalti
thethreecups.co.ud
Ilustrasi 

TRIBUNNDEWS.COM, JAKARTA - Ada tuduhan sebagian pihak terhadap pengusaha atau user hiburan yang menggunakan lagu di eksekutif karaoke room tidak mau membayar royalty. Padahal, bertahun-tahun sudah membayar royalty kepada KCI dan Wami.

“Tidak benar itu. Pengusaha hiburan bertahun-tahun membayar royalty dari eksekutif karaoke room kepada Karya Cipta Indonesia (KCI) dan Wahana Musik Indonesia (Wami), ” ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Hiburan Jakarta (Aspija), Erick Halauwet di Jakarta, Kamis (16/3/2017) siang.

Royalty yang ditetapkan oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Rp 50 ribu dianggap pengusaha tidak rasional. Sebab, saat ini tidak lagi tarif dalam hitungan per jam, melainkan sudah dijual dalam satu paket.

“Pengusaha keberatan dengan besaran royalty Rp 50 ribu dari LMKN, karena tidak lagi dijual per jam tapi sudah satu paket. Artinya, sekali bayar mau sampai tutup tempat karaoke itu bayarnya tetap saja segitu, ” katanya.

Kehadiran LMKN yang ‘tidak pernah’ sosialisasi kepada pengusaha hiburan cukup merepotkan, termasuk membayar royalty. Biasanya membayar Rp 15 – 30 juta per tahun, tiba-tiba harus membayar royalty Rp 200 – 300 juta.

“Pasti kaget pengusaha, tiba-tiba harus membayar royalty sebesar itu dan tanpa sosialisasi. Jadi, merasa ditodong di siang bolong, ” ungkapnya.

Pihaknya meminta pengertian kepada LMKN soal tarif royalti dengan memberikan keringanan pembayaran, khususnya untuk 2016. Pajak saja ada amnesty, masa untuk membayar royalty tidak bisa dicarikan solusinya.

"Sekali lagi pengusaha itu mau bayar, tapi tidak kaku. Pajak saja ada amnesty. Saya kira, LMKN harus mengerti di posisi itu dan harusnya ada audiensi dan publikasi ke masyarakat ini terkait aturannya, ” pintanya.


Para pengusaha hiburan malam merasa keberatan atas tarif royalty Rp 50 ribu, sudah mengadakan pertemuan dengan LMKN untuk solute terbaiknya.

"Kami sudah duduk bersama LMKN, dari 4 kali pertemuan masih saja deadlock, lantaran royalty yang harus dibayar 10 kali lipat lebih besar. Misalnya, ada 4000 room x Rp 50 ribu x setahun bisa Rp 700 miliar. Terlebih yang 2016 harus lunas dan 2017 harus bayar di muka, padahal jelas room kan belum dipakai, ” ungkapnya.

Namun, yang mengherankan pengusaha juga, edaran dari Kementerian Pariwisatan dan Pemerintah Daerah dari izin operasioalnya cukup menyatkan tempat usaha karaoke, tidak dikenal dengan istilah eksekutif karaoke room.

“Ini perlu clear. Instansi antarlembaga dan pemda perlu jelas juga. Kami sih ingin harga royalty yang rasional, misalnya Rp 20 ribu atau bisa disamain dengan tarif karaoke keluarga, ” katanya.

Sementara itu, Iyan, dari Wahana Musik Indonesia (Wami) menilai, bahwa kehadiran LMKN-LMK sangat membantu pengelolaan menjadi lebih mudah.

“Dampak positif dari UUHC yang baru dan melahirkan LMKN-LMK, jelas membuat penarikan royalty dari para user bisa mudah, “ jelasnya.

Jika dibandingkan sebelum ada UUHC, pengambilan royalty itu bisa berbeda-beda, misalnya, bulan ini oleh Wami kemudian bulan berikutnya KCI lalu RAI.

“Tapi setelah ada UUHC dan ada LMK-LMKN, tak hanya mudah karena Kordinator Penarik, Penghimpun dan Pendistribusian Royalti (KP3R) secara khusus melakukan penarikan royalty ke para user. Jadi satu pintu, ” tuturnya.

Setelah dibayar royalty dari user ke LMK, baik Wami dan yang lainnya melalui KP3R tersebut. Untuk selanjutnya didistribusikan kepada pihak terkait sebagai bagian hak ekonomi yang harus mereka dapatkan.

“Dari royalty diterima oleh LMK itu, segera didistribuskan kepada para pihak terkait seperti pencipta dan yang lainnya sesuai dengan porsi dan hak ekonominya masing-masing,” ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas