Menteri Jonan: Tidak Ada Perlakukan Istimewa untuk Freeport
"Dalam negosiasi jangka panjang tentang retribusi tetap akan mengikutkan Pemerintah Daerah Papua dan Timika dan tokoh adat terkait," jelas Jonan.
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menegaskan, pihaknya tidak memberikan perlakuan khusus kepada PT Freeport Indonesia soal hak kuasa pertambangannya di Indonesia.
Jonan menegaskan, sebagai entitas bisnis yang mengelola usaha tambang di wilayah hukum Indonesia Freeport harus tunduk dan patuh kepada Peraturan Pemerintah no.1 tahun 2017 dan UU Minerba no.4 tahun 2009.
Dalam dua regulasi tersebut, Freeport harus mengubah statusnya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) jika ingin mengekspor bahan konsentrat.
Baca: Freeport Setuju Lepas 51 Persen Saham ke Pemerintah RI
Freeport juga wajib membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) yang saat ini progresnya masih mencapai 11 persen di Gresik.
"Prinsipnya kita tidak perlu membuat perlakukan istimewa yang bisa membuat peraturan perundang-undangan," ujar Jonan di rapat kerja komisi VII DPR RI, Jakarta, Kamis (30/3/2017).
Jonan memaparkan pemerintah tidak akan mengikuti jadwal dari Freeport. Karena pemerintah menurut Jonan sudah punya tenggat waktu sendiri untuk menentukan nasib Freeport.
"Kita enggak ikut jadwal permintaan mereka," ungkap Jonan.
Baca: Status Berubah Jadi IUPK, Freeport Kini Sudah Boleh Ekspor Konsentrat Lagi
Mengenai pajak dan retribusi, Jonan akan mengajak pemerintah daerah dan tokoh adat Timika bertemu Freeport. Karena hal tersebut merupakan wewenang mereka saat Freeport statusnya menjadi IUPK.
"Dalam negosiasi jangka panjang tentang retribusi tetap akan mengikutkan Pemerintah Daerah Papua dan Timika dan tokoh adat terkait," jelas Jonan.
Untuk diketahui saat ini Freeport masih mengalami masa transisi selama enam bulan ke depan dari Kontrak Karya menjadi IUPK. Kendati demikian perusahaan asal Amerika Serikat itu sudah mendapat rekomendasi ekspor sampai September 2017.