Google Akhirnya Setuju Bayar Pajak di Indonesia
Direktorat Jenderal Pajak pernah menaksir angka pajak yang semestinya dibayar Google ke pemerintah mencapai Rp 450 miliar per tahun.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dan Google Asia Pacific Pte Ltd mencapai titik temu urusan pajak. Pemerintah mengklaim Google setuju membayar pajak di Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, Google setuju untuk membayar pajak atas penghasilan yang diperoleh dari Indonesia. Dasar pajaknya menggunakan surat pemberitahuan tahunan (SPT) 2016.
Namun Sri Mulyani enggan membeberkan nilai pajak yang akan dibayarkan oleh Google.
"Karena itu adalah sesuatu yang sifatnya rahasia, kami tidak lakukan (pengungkapan jumlah), berapa satu perusahaan atau wajib pajak membayar berapa," jelasnya, Selasa (13/6/2017).
Kesepakatan ini menjadi berita gembira karena sebelumnya antara Ditjen Pajak dan Google kesulitan menemukan dalam menentukan besaran pajak yang harus dibayarkan oleh Google.
Direktorat Jenderal Pajak pernah menaksir angka pajak yang semestinya dibayar Google ke pemerintah mencapai Rp 450 miliar per tahun. Dengan asumsi margin keuntungan yang diperoleh Google sekitar Rp 1,6 triliun-Rp 1,7 triliun per tahun.
Margin tersebut diperoleh atas penghasilan sekitar Rp 5 triliun per tahun.
Taksiran itu berpegang pada total pendapatan bisnis iklan digital di Indonesia pada 2015 sebesar US$ 830 juta. Pemerintah memperkirakan, Google dan Facebook memegang pangsa pasar iklan sekitar 70%.
Berdasarkan dokumen pajak hasil audit Ernst & Young LLP terbitan 11 Februari 2016 , PT Google Indonesia (PT GI) membayar pajak pada tahun 2015 sebesar Rp 5,2 miliar atau 25% dari penghasilan kena pajak (taxable income) sebesar Rp 20,88 miliar.
Sedangkan Google Asia Pacific Pte. Ltd (GAP) membukukan total pendapatan sekitar US$ 109,2 juta dari klien di Indonesia pada tahun 2015. Dari jumlah itu, 10 klien besar Indonesia berkontribusi sekitar US$ 60 juta atau sekitar 55% dari pendapatan Google Asia Pacific.
Ikuti UU Indonesia
Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menyatakan belum bisa memastikan nilai pajak yang akan dibayar Google adalah pajak tahun 2015 atau tunggakan pajak lima tahun ke belakang.
Tapi, Ditjen Pajak akan tetap memeriksa dan menghitung rekam pajak SPT Google selama lima tahun ke belakang. "Google ikuti UU pajak di Indonesia. Selesai," ujarnya.
Menurut Ken, dengan kesepakatan Google untuk bayar pajak berdasarkan SPT 2016 artinya perusahaan itu sudah patuh pada UU Pajak yang menyatakan bahwa Google adalah bentuk usaha tetap (BUT).
Lambatnya proses pengenaan pajak Google selama ini, kata Ken, lantaran Google mengira Indonesia memakai ketentuan pajak OECD, sementara Indonesia belum termasuk negara OECD.
Ken menyatakan, Google tak bisa menolak membayar tunggakan pajak lima tahun ke belakang. "Mereka setuju dengan BUT, masa dia nggak mau, otomatis ini tahun belakangnya (harus dibayar)," jelasnya.
Tapi, jika Google belum membayar tunggakan lima tahun itu, kata Ken tidak menutup kemungkinan yang baru dibayarkan adalah pajak untuk tahun pajak 2015.
Nantinya, Google harus melakukan self assessment lagi dengan menghitung kewajiban pajaknya. "Bisa setahun dulu lalu dihitung lagi. Mungkin dia cari dokumen, tapi saya belum tahu yang sudah dibayar 2016 atau yang mana. Intinya bayar pajak boleh dicicil," imbuhnya.
Reporter: Ghina Ghaliya Quddus