Gerindra: RAPBN 2018 Tak Realistis
"Setiap tahun asumsi yang diberikan selalu tidak tercapai," kata anggota Fraksi Partai Gerindra Rahayu Saraswati
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengkritisi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018.
Kritik dilontarkan karena parlemen menilai calon beleid anggaran tahun depan ini tidak bisa mensejahterakan rakyat. Kritik datang salah satunya dari Fraksi Partai Gerindra.
Menurut Fraksi Gerindra DPR, anggaran yang direncanakan pemerintah untuk tahun depan tidak kokoh dan target penerimaan tidak realistis.
"Setiap tahun asumsi yang diberikan selalu tidak tercapai," kata anggota Fraksi Partai Gerindra Rahayu Saraswati saat membacakan pandangan umum fraksi-fraksi terkait RAPBN 2018 dalam rapat paripurna DPR, Kamis (24/8/2017).
Rahayu mengatakan, fraksinya menilai pertumbuhan ekonomi yang dapat menyediakan lapangan kerja yang memadai adalah minimal sebesar 7%.
Dia melihar target pertumbuhan ekonomi dalam rancangan anggaran sebesar 5,4% tersebut terlampau tinggi. Hal itu mempertimbangkan program-program pemerintah dan perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun ini yang hanya akan mencapai 5,1%.
Selain itu, menurut Gerindra, target pendapatan negara sebesar Rp 1.878,4 triliun akan sulit dicapai. Demikian juga dengan target penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.609,4 triliun. "Kami perkirakan akan terjadi shortfall penerimaan perpajakan minimal sebesar Rp 100 triliun," tambahnya.
Untuk itu pemerintah harus bekerja keras ueningkatkan rasio pajak yang pada 2016 hanya sebesar 10,36%, terendah sejak 2008. Sementara perkiraan rasio pajak 2017 di bawah 10,36%.
Anggota Fraksi Partai Demokrat Rinto Sumbekti juga menilai, asumsi makro dalam RAPBN 2018 terlalu optimis. Oleh karena itu Demokrat meminta pemerintah lebih cermat, teliti, dan bertanggung jawab mengelola utang negara, swasta, dan bunga utang.
"Utang yang tidak terukur berimplikasi ke APBN. Kami minta APBN diarahkan untuk memperkuat fiskal yang fokus pada sosial," katanya.
Reporter: Adinda Ade Mustami