Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pajak untuk Penulis Dianggap Tak Fair, Tere Liye Putus Kontrak dengan 2 Penerbit

Dia menilai pemerintah selama ini tidak adil terhadap profesi penulis buku karena dikenakan pajak lebih tinggi

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Pajak untuk Penulis Dianggap Tak Fair, Tere Liye Putus Kontrak dengan 2 Penerbit
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Sejumlah orang tua dan pelajar membeli buku pelajaran dan sejumlah peralatan ekolah lainnya di acara JakBook dan Edu Fair 2015 di Senayan, Jakarta, Senin (27/7/2015). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  - Penulis buku ternama, Tere Liye, mengumumkan sudah memutuskan kontrak dengan dua penerbit besar Indonesia. Yakni Gramedia Pustaka Utama dan Republika. Alasannya, ketidakadilan pajak!

Di aku facebook-nya, Tere Liye mencurahkan isi hatinya. Dia menilai pemerintah selama ini tidak adil terhadap profesi penulis buku karena dikenakan pajak lebih tinggi dari profesi-profesi lainnya.

Tere Liye bahkan memberikan ilustrasi perhitungan pajak sejumlah profesi yang ada, seperti dokter, arsitek, artis, hingga pengusaha. Dia juga membandingkannya dengan pajak yang harus dikeluarkan profesi penulis.

"Lantas penulis buku, berapa pajaknya? Karena penghasilan penulis buku disebut royalti, maka apa daya, menurut staf pajak, penghasilan itu semua dianggap super netto. Tidak boleh dikurangkan dengan rasio NPPN, pun tidak ada tarif khususnya. Jadilah pajak penulis buku: 1 milyar dikalikan layer tadi langsung. 50 juta pertama tarifnya 5%, 50-250 juta berikutnya tarifnya 15%, lantas 250-500 juta berikutnya tarifnya 25%. Dan 500-1 milyar berikutnya 30%. Maka total pajaknya adalah Rp 245 juta," tulisnya.

Baca: Penulis Buku Mengeluh Dipajaki Tinggi, Sri Mulyani Akan Temui Tere Liye

Tere Liye mengaku sudah menyurati banyak lembaga resmi pemerintah, termasuk Dirjen Pajak dan Bekraf terkait masalah ini dalam setahun terakhir.

Namun, dia mengaku tidak ada satu pun suratnya yang ditanggapi.

BERITA TERKAIT

"Saya sudah setahun terakhir menyurati banyak lembaga resmi pemerintah, termasuk Dirjen Pajak, Bekraf, meminta pertemuan, diskusi. Mengingat ini adalah nasib seluruh penulis di Indonesia. Literasi adalah hal penting dalam peradaban. Apa hasilnya? Kosong saja. Bahkan surat-surat itu tiada yang membalas, dibiarkan begitu saja nampaknya," jelas Tere Liye.

Karena ketidakadilan tersebut, Tere Liye memutuskan tidak lagi menerbitkan buku melalui penerbit.

"Per 31 Juli 2017, berdasarkan permintaan kami, Gramedia Pustaka Utama dan Republika Penerbit, efektif menghentikan menerbitkan seluruh buku Tere Liye. 28 judul tidak akan dicetak ulang lagi, dan buku-buku di toko dibiarkan habis secara ilmiah. Diperkirakan per 31 Desember 2017, buku-buku Tere Liye tidak akan ada lagi di toko. Keputusan ini kami ambil mengingat tidak adiknya perlakuan pajak kepada profesi penulis. Dan tidak pedulinya pemerintahan sekarang menanggapi kasus ini," kata Tere Liye.

Bagi Anda penggemar buku Tere Liye, tak usah khawatir. Buku-buku atau tulisan terbaru Tere Liye masih akan bisa dibaca melalui media sosial atau akses lainnya.

"Insya Allah, buku-buku baru atau tulisan-tulisan terbaru Tere Liye akan kami posting lewat media sosial page ini, dan atau akses lainnya yang memungkinkan pembaca bisa menikmatinya tanpa harus berurusan dengan ketidakadilan pajak," janji Tere Liye.

Reporter Barratut Taqiyyah Rafie 

Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas