Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pemerintah Didesak Hentikan Penguasaan Distribusi Warung Tradisional oleh Ritel Modern

Adanya rencana penerapan kebijakan dari Mendag Enggartiasto Lukita terkait diperbolehkannya ritel-ritel modern mengirim barang ke warung tradisional

zoom-in Pemerintah Didesak Hentikan Penguasaan Distribusi Warung Tradisional oleh Ritel Modern
Dokumentasi Tribun Jabar
Ilustrasi seorang ibu penjual warung tradisional 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan diminta segera hentikan distribusi barang ritel modern ke warung tradisional.

Hal tersebut menyusul adanya rencana penerapan kebijakan dari Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita terkait diperbolehkannya ritel-ritel modern menyalurkan barang-barang ke warung-warung tradisional.

"Kami meminta Menteri Perdagangan menghentikan kebijakan kooptasi atau penguasaan distribusi barang ritel modern ke warung tradisional. Membatasi pembukaan toko-toko ritel modern oleh jejaring ritel nasional karena terbukti telah menggerus dan mematikan pasar tradisional, warung tradisional dan toko-toko koperasi yang dimiliki masyarakat," ujar Koordinator Gerakan Koperasi dan Masyarakat Sipil, Firdaus Putra dalam siaran pers yang diterima Tribunnews, Senin(25/9/2017).

Menurut Firdaus, integrasi pasar ritel melalui koperasi-koperasi lokal tidak akan membuat capital out flow terjadi dari desa ke kota atau dari pinggiran ke pusat karena perusahaan dan bisnis koperasi bersifat redistributif bagi anggota dan masyarakat.

Melalui koperasi, lanjut dia demokrasi ekonomi sebagaimana Pasal 33 ayat 4 UUD 1945 benar-benar terwujud karena koperasi menjamin tata milik, tata kelola dan tata distribusi dari, oleh dan untuk masyarakat.

Dengan model redistributifnya,menurut Firdaus koperasi merupakan instrumen efektif untuk mengurangi ketimpangan ekonomi yang saat ini terjadi di Indonesia.

Dimana hal itu diakui oleh Ekonom Internasional Joseph Stiglitz dalam International Cooperative Summit 2016 lalu di Quebec, koperasi dapat diperankan sebagai alternatif instrumen trickle-down effect yang gagal dilakukan oleh korporasi swasta.

Berita Rekomendasi

Direktur Kopkun Institute ini juga menjelaskan bahwa kebijakan Menteri Perdagangan tersebut sepintas terlihat menolong warung tradisional dan masyarakat sebagai konsumen.

"Namun sesungguhnya dengan kebijakan tersebut, Mendag justru memuluskan jalan bagi ritel-ritel modern untuk mengkooptasi warung-warung tradisional melalui skema distribusi barang,"kata Firdaus.

Selama ini keberadaan pasar dan ritel atau warung tradisional tergerus dengan massifnya ritel modern berjejaring di berbagai daerah di Indonesia.

Berdasarkan data dari Kementerian Perindusrian pada tahun 2007 dan Kementerian Perdagangan pada tahun 2011 jumlah pasar tradisional di Indonesia mengalami penurunan cukup drastis dari tahun 2007-2011.

Pada tahun 2007 jumlah pasar tradisional di Indonesia mencapai 13.450. Tapi pada tahun 2011, jumlahnya tinggal 9.950.


Di sisi lain Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) juga merilis kenaikan jumlah retail modern yang cukup
signifikan tahun 2007-2011.

Kenaikannya hampir delapan ribu retail modern. Jadi, pasar tradisional mengalami penurunan lebih dari tiga ribu, sedangkan pasar modern mengalami kenaikan sekitar delapan ribu.

Tergerusnya pasar dan ritel atau warung tradisional disikapi oleh berbagai Pemerintah Daerah (Pemda) dengan melakukan moratorium pendirian ritel modern khususnya skala minimarket.

Beberapa kota yang melakukan moratorium seperti Kabupaten Banyumas, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Bogor, Kabupaten Sragen, Kabupaten Pangandaran dan berbagai kota/kabupaten lain di Indonesia.

Karena itulah lanjut Firdaus pihaknya mendukung pembangunan sekunder dan primer koperasi konsumen serta
koperasi pasar secara massif di berbagai daerah sebagai cara mengintegrasikan jalur distribusi barang ke warung tradisional dengan alasan pemilik warung adalah anggota dari koperasi konsumen atau koperasi pasar sehingga pemilik warung juga akan memperoleh revenue sharing dari proses distribusi barang tersebut selain memperoleh harga kulakan yang lebih kompetitif.

Warung-warung tradisional yang terintegrasi dengan koperasi juga kata Firdaus akan memperoleh pendampingan sosial-ekonomi-budaya sebagai kewajiban inheren koperasi.

"Bukan bisnis semata yang hanya berbentuk aliran barang dan uang saja. Koperasi bersama masyarakat lokal lebih mampu menjaga keragaman barang termasuk barang-barang produksi masyarakat setempat,"ujar Sosiolog Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto ini.

Seperti diketahui sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita meminta pengusaha ritel modern menyalurkan barang-barang ke warung. Kebijakan ini menurutnya untuk membantu warung mendapat akses barang dengan harga terjangkau.

Dia menjelaskan, pihak toko ritel modern bersama Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) akan menyalurkan barang ke warung dengan harga terjangkau. Toko ritel modern seperti Alfamart, Indomaret, dan Hypermart, sudah menggelar pertemuan menyikapi rencana tersebut.

Menurut Enggartiasto, Aprindo sedang menyiapkan pola distribusi barang hingga sampai ke warung. Secara garis besar, akan dibuat kelompok distribusi menjadi dua dan membuat keanggotaan.

Kelompok pertama seperti Alfamart dan Indomaret karena memiliki ribuan gerai, dan kelompok kedua seperti Hypermart, Hero, Carefour dan Transmart.

Kebijakan ini, rencananya akan selesai tidak dalam waktu lama. Menurut Enggar, pada Oktober bisa segera diberlakukan. Selain untuk memotong mata rantai distribusi dan akses murah bagi pedagang warung tradisional, konsumen juga menurutnya dapat diuntungkan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas