Pemerintah Siapkan Peraturan Baru Pajak Freeport Terkait Rencana Divestasi Saham
Isi RPP ini tentang Perlakuan Perpajakan dan atau Penerimaan Negara Bukan Pajak Bagi Wajib Pajak di Bidang Pertambangan.
Editor: Choirul Arifin
Sebelumnya Menteri Keuangan, Sri Mulyani pernah mengatakan, bahwa nanti, secara agregat ketentuan pajak Freeport akan lebih besar dari yang sekarang diterapkan.
Setelah ditelusuri, RPP ini merupakan hasil pembahasan dari lintas Kementerian yang diadakan di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, pada tanggal 22 September, bulan lalu.
Acara ini dihadiri Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Kordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, dan Kementerian BUMN.
Bisik-bisik, penyelesaian RPP ini juga akan melibatkan pihak Freeport. Supaya tidak terjadi lagi penolakan seperti halnya proposal pemerintah yang berisi posisi atas divestasi saham 51%. Nah, bahkan, CEO Freeport McMoRan Inc. Dijadwalkan akan kembali datang pada pekan ini atau pekan depan untuk melanjutkan perundingan.
Sayangnya, ketika dikonfirmasi mengenai RPP ini, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono mengatakan bahwa terkait dengan stabilitas investasi.
“Tanyakan langsung ke Kementerian Keuangan. Kan ranahnya mereka,” terangnya di Kantor Kementerian ESDM, Senin (2/10/2017).
Ia enggan menjelaskan, apakah pajak yang ditanggung Freeport itu akan menghilangkan skema nailedown dan memakai prevailing.
Pengamat Hukum Sumber Daya Universitas Tarumanegara (Untar), Ahmad Redi menyatakan bahwa RPP itu bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945.
Dalam UUD diatur bahwa pajak dan pungutan yang memaksa diatur dalam Undang-Undang khusunya dalam hal ini UU No. 04/2009 Tentang Mineral dan Batubara (Minerba).
“Artinya tanpa PP ini maka sudah ada perlakuan pajak secara umum yang tersebar dalam berbagai regulasi,” ujarnya dikutip KONTAN, Senin (2/10/2017).
Apalagi dalam hal ini, kata Redi, RPP ini mempertegas kewajiban IUPK untuk membayar PNBP 10% yang masing-masing 6% untuk Pemerintah Daerah dan 4% untuk Pemerintah Pusat. Dan, mempertegas PPh badan pemegang IUPK 25% sebagaimana perusahaan secara umum di Indonesia.
Jadi ia menilai, landasan pembentukan PP ini harus diperjelas. Dalam Pasal 169 huruf b, yang memang mengatur bahwa penyesuain KK dilakukan sepanjang penerimaan Negara yang menguntungkan.
“Namun, perlu diperhatikan bahwa PP ini dibentuk bukan lagi rangka negosiasi. PP ini dibentuk dalam rangka perpanjangan operasi bukan dalam kerangka Kontrak Karya tapi skema IUPK,” tandasnya.
Sementara ketika dikonfirmasi persetujuannya itu, pihak Freeport khususnya Juru Bicara, Riza Pratama enggan berkomentar apa-apa.
Reporter Pratama Guitarra
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.