Pemerintahan Jokowi Serius Wujudkan Keamanan dan Kedaulatan Pangan
Komitmen pemerintahan Jokowi-JK untuk mewujudkan kedaulatan pangan tidak hanya sampai pada memberikan pasokan produk pangan
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di era Presiden Joko Widodo, kedaulatan pangan dicantumkan sebagai salah satu program prioritas dalam Nawacita.
Pada 2014, anggaran untuk program kedaulatan pangan mencapai Rp 67,3 triliun, sementara tahun ini anggaran kedaulatan pangan melonjak hingga 53,2 persen menjadi Rp 103,1 triliun.
Komitmen pemerintahan Jokowi-JK untuk mewujudkan kedaulatan pangan tidak hanya sampai pada memberikan pasokan produk pangan dalam jumlah yang cukup, tetapi juga berupaya memenuhi kebutuhan gizi dan aman.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito mengatakan sejak dirinya dilantik, Presiden Jokowi berpesan untuk mengubah pengawasan obat dan makan, perkuat sistem, dan berikan regulasi yang kuat apapun itu namanya bisa Instruksi Presiden (Inpres) atau Peraturan Presiden (Perpres).
"Akhirnya dalam perjalan waktu dalam satu tahun ini kami sudah diperkuat dengan adanya inpres terkait peningkatan efektifitas pengawasan obat dan makanan," kata Penny di melalui keterangan resminya, Selasa (17/10).
Menurutnya, Presiden melalui Perpres baru ini telah memberikan kewenangan kepada BPOM untuk membuka balai POM di pelosok-pelosok daerah sehingga semakin dekat dengan rakyat.
"Ke depan, Presiden mengatakan juga masalah keamanan pangan adalah masalah pemerintah hadir, negara hadir. Jadi ini dengan adanya Perpres ini BPOM semakin diperkuat," imbuhnya.
Keamanan, mutu, dan gizi pangan termasuk bagian dari agenda pembangunan RPJMN 2015-2019. Salah satu arah kebijakan pembangunan kesehatan adalah peningkatan pengawasan pangan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.
Implementasi standar keamanan pangan termasuk kehalalan menjadi upaya strategis untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan produktivitas rakyat dan daya saing.
Peningkatan kedaulatan pangan dengan diversifikasi penyediaan dan konsumsi pangan yang aman, bermutu, dan halal memperbesar peluang mewujudkan kemandirian ekonomi. Potensi pangan lokal maupun pangan fungsional diharapkan semakin berkembang.
Ketua Rembuk Nasional Firdaus Ali mengatakan dalam sejarah pemerintahan di Indonesia, baru pertama kali ini pemerintah mulai hadir memperhatikan masalah keamanan pangan.
"Nah dalam konteks itu kemudian sangat tepat sekali pemerintahan sekarang tidak hanya memperhatikan kedaulatan pangan tapi juga keamanan pangan. Selama ini kita hanya bicara kedaulatan pangan," jelas Firdaus Ali.
Menurutnya, masalah keamanan pangan ini penting dan krusial karena berdampak langsung bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Firdaus mencontohkan dampak yang secara langsung bisa dilihat adalah misalnya orang keracunan, salah makan obat mengakibatkan ada yang sakit atau mati.
"Hampir semua makanan yang menyebabkan diabetes, jantung kolestrol kan, kurang gizi, termasuk kanker yang kita tahu biayanya mahal sekali, selama ini kita tidak menyadari itu. Jangan sampai anggaran BPJS kita habis hanya karena salah makan," tambahnya.
Dengan demikian, dia berharap forum rembuk nasional 2017 mampu merumuskan saran dan rekomendasi kepada pemerintah untuk pemecahan permasalahan keamanan pangan. Sehingga pangan yang beredar di Indonesia memenuhi persyaratan keamanan dan mutunya untuk tercapainya individu penduduk Indonesia yang sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Hasil dari rembuk di Universitas Syiah Kuala Aceh ini, nantinya akan dikompilasi dengan hasil rembuk dari 16 Perguruan Tinggi lainnya untuk disampaikan kepada Presiden pada acara puncak Rembuk Nasional, yang rencananya akan digelar 23 Oktober 2017 di Ji Expo, Kemayoran, Jakarta.
Rembuk Nasional merupakan kegiatan yang diadakan dengan tujuan untuk mendalami sekaligus mengkritisi capaian tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK dalam 12 bidang pembangunan dan masalah nasional yang perlu mendapat perhatian khusus.