Ada Kesenjangan Sosial Ekonomi di Masyarakat, BI Perkuat Kebijakan
“Ketika harga-harga terus bergerak naik dengan laju yang tinggi, pendapatan riil kelompok penduduk miskin dan hampir miskin dengan cepat tergerus"
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memperkuat sejumlah kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran dalam rangka mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, Bank Indonesia memang tidak secara langsung diamanatkan untuk mengatasi kesenjangan sosial-ekonomi.
"Namun, kebijakan-kebijakan BI di bidang moneter, makroprudensial, sistem pembayaran, dan pengedaran uang memiliki dampak langsung maupun tidak langsung pada pengentasan kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi,” ujar Mirza, Jakarta, Jumat (20/10/2017).
Menurutnya, kebijakan yang utama dalam bidang moneter adalah menjaga stabilitas nilai rupiah, khususnya pengendalian laju inflasi. Dimana, kenaikan harga barang dan jasa dengan laju yang tinggi, dapat secara langsung meningkatkan kesenjangan ekonomi.
Baca: Hizbut Tahrir Resmi Gugat ke PTUN, Minta Pembubaran Dibatalkan
Baca: Nafa Urbach: Nggak Pernah Ada Dendam Sama Zack Lee
“Ketika harga-harga terus bergerak naik dengan laju yang tinggi, maka pendapatan riil kelompok penduduk miskin dan hampir miskin akan dengan cepat tergerus," tuturnya.
Mirza mengatakan, BI telah melakukan sejumlah terobosan penting dengan melakukan serangkaian reformasi di bidang implementasi kebijakan moneter untuk memperkuat transmisi sinyal kebijakan moneter dan membangun pasar uang yang likuid dan berfungsi dengan baik.
“Langkah-langkah yang telah BI tempuh dalam kaitan ini adalah implementasi 7-day reverse repo rate yang diikuti dengan normalisasi koridor suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) overnight, pembangunan benchmark yield curve di pasar uang, dan implementasi giro wajib minimum (GWM) averaging,” tuturnya.
Terkait pengendalian inflasi, kata Mirza, BI juga telah terus memperkuat koordinasi pengendalian inflasi bersama Pemerintah melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).
“Melalui koordinasi tersebut, diharapkan pengendalian inflasi, khususnya volatile food dapat lebih kuat, terutama melalui implementasi reformasi struktural baik di tingkat pusat maupun daerah, dalam rangka menurunkan biaya logistik,” jelasnya.
Mirza menambahkan, kebijakan-kebijakan lain BI di bidang makroprudensial dan sistem pembayaran telah pula secara tidak langsung menyumbang pada perbaikan tingkat kesenjangan.
Kebijakan tersebut antara lain mendorong akses UMKM untuk mendapatkan kredit atau pembiayaan dari bank adalah dengan menetapkan rasio pencapaian kredit UMKM perbankan yaitu minimal sebesar 20 persen pada 2018.
“Hingga bulan Agustus 2017, terdapat 69 bank dari 115 bank yang telah menyalurkan kredit UMKM di atas 15 persen," ucapnya.
Sementara itu, di bidang kebijakan sistem pembayaran, BI telah terus mengupayakan terselenggaranya sistem pembayaran yang aman, efisien, menyediakan kesetaraan akses dan melindungi konsumen.
Dalam konteks ini, salah satu flagship program di bidang sistem pembayaran adalah program elektronifikasi.
“Stabillitas ekonomi makro dan sistem keuangan adalah modal dasar utama bagi keberhasilan implementasi kebijakan-kebijakan struktural jangka menengah panjang dalam rangka pengentasan kemiskinan dan pemerataan pembangunan," ujar Mirza.