Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Arus Digitalisasi Tidak Matikan Peluang Bisnis Percetakan, Ini Alasannya

Pemerintah sempat mencanangkan program buku pendidikan digital namun animo masyarakat masih belum besar lantaran akses internet yang belum merata

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Arus Digitalisasi Tidak Matikan Peluang Bisnis Percetakan, Ini Alasannya
Tribunnews/Dany Permana
Petugas melakukan proses cetak surat suara Pemilu Presiden (Pilpres) di percetakan PT Temprint, Jakarta Barat, Sabtu (14/6/2014). Untuk menghadapi Pilpres pada 9 Juli mendatang, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menargetkan proses cetak surat suara maksimal sampai tanggal 20 Juni. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Industri percetakan termasuk sektor yang terpengaruh laju digitalisasi sehingga kalau pelaku usaha di sektor ini tidak berbenah kemungkinan tergerus semakin besar.

Jimmy Juneanto, Ketua Dewan Pertimbangan Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia ( PPGI) mengakui bahwa arus digitalisasi sulit dibendung.

"Kami harus bisa menyesuaikan perkembangan tersebut," kata Jimmy kepada KONTAN (27/10).

Meski banyak yang meramalkan kematian produk bacaan cetak, namun Jimmy masih optimis peluang bisnis percetakan masih ada khususnya konteks domestik Indonesia.

"Masyarakat Indonesia masih banyak yang memakai produk non-digital," sebutnya.

Kondisi ini antara lain disebabkan belum meratanya infrastruktur digital di Indonesia.

Jimmy mencontohkan, pemerintah sempat mencanangkan program buku pendidikan digital namun animo masyarakat masih belum besar lantaran akses internet yang belum merata dan belum menjangkau masyarakat rural di seluruh Indonesia.

Berita Rekomendasi

Baca: Menteri Khofifah Cek Kesiapan Percetakan Kartu Bansos

"Mereka tetap perlu hardcopy nya," kata Jimmy. Bagi industri percetakan buku pendidikan yang berasal dari dana Badan Operasional Sekolah (BOS) menjadi kue wajib dan besar setiap tahunnya.

Kata Jimmy, tahun ini anggaran dana BOS untuk buku mencapai Rp 2,2 triliun dengan taksiran 90 juta buah buku.

"Tahun depan naik dananya menjadi Rp 2,8 triliun," urai Jimmy.

Belum lagi potensi pasar dari acara akbar nasional seperti Pemilihan Umum (pemilu) dan Pemilihan kepala Daerah (pilkada).

Jimmy menghitung, setidaknya saat pilpres dan pilkada periode yang lalu memakan 1 miliar lembar surat suara.

"Belum lagi kebutuhan cetak surat-surat yang berkaitan dengan administrasi lainnya," kata Jimmy.

Halaman
12
Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas