Industri Retail Lesu, Kunjungan Mal Agung Podomoro Tetap Tinggi
Perlambatan daya beli masyarakat serta peralihan pola belanja dari offline menjadi online telah membuat sejumlah gerai retail tutup
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Perlambatan daya beli masyarakat serta peralihan pola belanja dari offline menjadi online telah membuat sejumlah gerai retail tutup.
Namun, fenomena tersebut tidak terjadi pada pusat-pusat perbelanjaan yang dikelola Trade Mall (TM) Agung Podomoro Group. Bahkan, khusus tenant makanan dan minuman mampu bersinergi dengan penyedia layanan aplikasi pemesanan makanan secara online.
Vice President Marketing Trade Mall Agung Podomoro, Ho Mely Suryani, mengatakan perubahan pola belanja masyarakat dari offline menjadi online memang turut mempengaruhi jumlah kunjungan di berbagai pusat perbelanjaan.
"Namun khusus untuk angka kunjungan ke Trade Mall Agung Podomoro Group tetap tinggi. Angka kunjungan mencapa 50-60 ribu orang per hari. Ini menunjukkan bahwa antusiasme masyarakat untuk berbelanja offline masih tinggi," kata Mely di Jakarta, Kamis (7/11/2017).
Mayoritas pengunjung ke Trade Mall Agung Podomoro Group, Mely menjelaskan, adalah ibu-ibu. Ciri khas belanja kelompok ini adalah melihat barang secara langsung. "Ibu-ibu itu kalau belanja inginnya melihat atau mencoba barang secara langsung. Ini perbedaan paling mendasar dibandingkan dengan belanja online," ujar Mely.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat daya beli masyarakat Indonesia selama periode triwulan I-III 2017 melambat. Hal ini tercermin dari tingkat pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada periode tersebut yang melambat menjadi 4,93 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 4,94 persen.
Situasi ini ditambah lagi dengan pergeseran pola belanja masyarakat dari offline menjadi online seiring perubahan teknologi dan peningkatan penetrasi internet di Indonesia. Asosiasi e-Commerce Indonesia menyebutkan Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan e-commerce tertinggi di dunia. Data Sensus Ekonomi BPS 2016 mencatat industri e-commerce Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir tumbuh sekitar 17 persen dengan jumlah e-commerce lebih dari 26,2 juta unit.
Namun, situasi ini tak berpengaruh terhadap pusat perbelanjaan di bawah Agung Podomoro. TM Agung Podomoro Group kini mengelola sembilan pusat perbelanjaan di Jakarta dan Balikpapan yaitu TM Blok M Square, TM Mangga Dua Square, TM Lindeteves Trade Center (LTC) Glodok, TM Harco Glodok, TM Kenari Mas, TM Thamrin City, TM Seasons City, TM Blok B Tanah Abang, dan TM Plaza Balikpapan.
Salah satu pusat perbelanjaan yang ramai dikunjungi pembeli adalah Thamrin City, Jakarta Pusat. Pusat belanja yang melibatkan ribuan pedagang kecil dan menengah ini tetap menjadi favorit pengunjung.
Kareem, pedagang batik di TM Thamrin City, mengatakan masih banyak pengunjung yang berbelanja di sini. "Paling ramai itu hari Senin dan Kamis, selebihnya normal seperti ini," kata pria yang menjaga kios Batik Qorri, di Lantai D1, Blok A 3A, nomor 5.
Dengan kondisi sekarang ini, Kareem masih bisa memutarkan hasil dari keuntungan penjualan untuk mendatangkan stok barang ke kiosnya. "Saya tidak selalu memikirkan omzet, ada uang langsung diputar saja untuk datangkan batik dari pekalongan," ucap pria yang sudah berjualan di Thamrin City sejak 2011 tersebut.
Khusus tenant makanan dan minuman juga dapat bersinergi dengan penyedia aplikasi pemesanan secara online untuk mendorong transaksi. Tenant-tenant produk makanan dan minuman yang semula tak memiliki fasilitas delivery, kini dapat menyediakan fasilitas tersebut kepada para pelanggan.
Pelemahan di industri ritel sebenarnya sudah terendus sejak awal tahun ini. Yang terbesar, PT Modern Internasional Tbk menutup semua gerai 7-Eleven di bawah pengelolaannya pada 30 Juni 2017. Adapula PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) yang menutup dua gerainya di kawasan Blok M dan Manggarai. Kemudian, penutupan Gerai Lotus dan Debenhams oleh PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI).
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, Roy Mandey, mengatakan penutupan sejumlah gerai adalah hal lumrah dalam bisnis. "Ada juga yang memindahkan uang belanjanya ke perbankan, jadi dana pihak ketiga," kata dia.