PT RAPP Akan Revisi RKU Secara Bertahap
PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) menyatakan akan merevisi Rencana Kerja Usaha (RKU) secara bertahap.
Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) menyatakan akan merevisi Rencana Kerja Usaha (RKU) secara bertahap.
Hal tersebut lantaran adanya Surat Keputusan (SK) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membatalkan RKU anak usaha APRIL Group ini secara keseluruhan. Oleh karenanya, PT RAPP berupaya merevisi RKU dengan berkonsultasi dengan pemerintah.
“RAPP akan melakukan proses revisi RKU secara bertahap, memastikan layak teknis dan ekonomis,” kata Corporate Affairs Director PT April Management Indonesia, Agung Laksamana di Jakarta, Rabu (13/12/2017).
Agung menyebut, saat ini PT RAPP menyatakan akan menghadiri panggilan KLHK untuk pembahasan revisi RKU.
Selain merevisi secara bertahap, PT RAPP juga melihat lahan pengganti (land swap) yang disediakan pemerintah mengingat penyusunan RKU perlu menyesuaikan dengan lahan.
Sebagaimana diketahui, terbitnya Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut yang tertuang dalam PP 71 tahun 2014 jo. PP no. 57 tahun 2016 pada pasal 45 huruf a RKU masih berlaku hingga masa berlaku izin berakhir.
Pada pasal tersebut dikatakan izin usaha atau kegiatan untuk memanfaatkan Ekosistem Gambut pada fungsi lindung Ekosistem Gambut yang telah terbit sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku dan sudah beroperasi, dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu izin berakhir.
Sebelumnya, Agung menjabarkan, adanya kebijakan tersebut akan berdampak langsung pada berkurangnya produksi bahan baku.
“RAPP mengalami kekurangan bahan baku. Hal itu membuat pengurangan produksi dari kapasitas,” jelas dia.
Menurutnya, investasi PT RAPP sejak memulai usaha tahun 1993 hingga saat ini sudah mencapai Rp 100 triliun. Hasil produksi pun dinilai menyumbangkan Rp 20 triliun per tahun bagi devisa negara.
Sementara itu, Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Riyanto menilai, PP tersebut belum menjadi instrumen yang mampu mendukung kegiatan ekonomi dan konservasi secara simultan.
“Pemerintah perlu bersikap rasional dalam penerbitan regulasi agar tidak mengganggu kegiatan investasi yang sudah berjalan, regulasi yang ada justru membuat para investor ketakutan,” pungkas Riyanto.