Beijing Ingatkan Amerika, China Adalah Bankir Mereka
Guncangan juga dialami pasar saham AS pada Rabu. Setelah mencatatkan kenaikan selama enam hari beruntun, Wall Street ditutup di zona negatif.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING - Surat utang Amerika Serikat (AS) dilanda aksi jual besar-besaran pada transaksi Rabu (10/1/2018). Sepertinya, ini adalah hal yang ingin diingatkan China kepada AS.
Pasar obligasi AS terpukul menyusul laporan Bloomberg News yang mengutip sumber anonim bahwa salah satu pejabat Beijing telah memberikan rekomendasi China, untuk mengurangi atau menunda pembelian surat utang AS.
China saat ini merupakan pemegang terbesar surat utang AS. Guncangan juga dialami pasar saham AS pada Rabu. Setelah mencatatkan kenaikan selama enam hari beruntun, Wall Street ditutup di zona negatif.
Sementara itu, tingkat yield surat utang AS mulai mendaki di mana yield untuk surat utang AS bertenor 10 tahun mencapai 2,579%. Ini merupakan level tertinggi sejak 15 Maret lalu. Tingkat yield obligasi akan naik jika harga obligasi tertekan.
Regulator valuta asing China secara terbuka membantah laporan Bloomberg pada Kamis, dengan mengatakan bahwa mereka mengutip "informasi palsu".
Tapi sentakan ke pasar mungkin telah dirancang sebagai peringatan ke Washington, yang bentrok dengan China mengenai perdagangan dan isu lainnya.
Baca: Vladimir Putin Puji Kim Jong Un, Sekarang Lebih cerdik dan Dewasa, Berhasil Melawan Barat
Baca: Di Bawah Bendera Baru, Daimler Targetkan Jual 1.500 Truk Axor di 2018
Pesan politik
Melansir data CNBC, China mengempit sekitar US$ 1,2 triliun utang AS -lebih banyak daripada negara manapun. Saat membeli obligasi AS, secara efektif China meminjamkan uang ke Amerika Serikat.
Washington menggunakan penjualan obligasi ke China dan pihak lain untuk membantu pembiayaan negara mereka.
Pergerakan kurva yang terlihat di market pada minggu ini muncul saat Presiden AS Donald Trump bersiap untuk melawan China terkait surplus perdagangannya yang besar dengan Amerika Serikat.
Hal ini karena Washington kehilangan kesabaran dengan Beijing dalam menangani krisis nuklir Korea Utara.
Kamis (11/1/2018) lalu regulator China menenangkan kekhawatiran pasar saat mengatakan pihaknya telah melakukan diversifikasi cadangan devisa, dan kepemilikan surat utang-nya "didorong oleh pasar".
Rajeev de Mello, head of Asian fixed income di Schroders Investment Management, mengatakan kepada CNBC pada Kamis, China juga mengirim pesan lain.
"China tidak akan bersikap pasif jika pemerintah AS memberlakukan tarif. Saya pikir itu adalah posisi yang mereka inginkan, bahwa mereka adalah pemain utama dan bukan negara kecil di ujung penerima tongkat besar AS," paparnya.
Vishnu Varathan, ekonom Bank Mizuho menambahkan, indikasi Beijing bahwa hal ini tidak terkait dengan pembelian obligasi AS mengindikasikan lebih banyak "batu besar" antara dua ekonomi terbesar di dunia.
"Ini harus dilihat sebagai awal kemungkinan ketegangan perdagangan, tanpa ancaman yang sangat eksplisit," tambah Jens Nordvig dari Exante Data.
Barratut Taqiyyah Rafie/Sumber: CNBC