Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Asosiasi: Data Produksi Rumput Laut yang Dirilis Kementerian Kelautan dan Perikanan Tak Akurat

"Produksi sangat banyak dan harga naik. Kini disebutkan 3,4 juta ton kering sedangkan kami tak pernah menemukan barangnya."

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Asosiasi: Data Produksi Rumput Laut yang Dirilis Kementerian Kelautan dan Perikanan Tak Akurat
TRIBUN TIMUR/Niko Ruru
Petani di Mamolo, Kecamatan Nunukan Selatan, Kalimantan Utara, menyiapkan pembibitan rumput laut. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tidak hanya data produksi beras nasional yang dirilis Badan Pusat Statistik Nasional (BPS) dan Kementerian Pertanian yang dinilai tidak akurat.

Kementerian Kelautan dan Perikanan dinilai tidak akurat dalam mempublikasikan data produksi rumput laut nasional. Dampaknya, data yang dihimpun salah, menyebabkan kesalahan kementerian ini dalam mengambil kebijakan dan strategi seputar industri rumput laut nasional.

Asosiasi Industri Rumput Laut Indonesia (Astruli) Soerianto Kusnowirjono mengatakan, kekeliruan data soal produksi rumput laut nasional sudah menjadi masalah klasik yang terjadi sejak lama. Soerianto menyebutkan, data produksi rumput laut yang dirilis KKP sejak 2013 sebesar 913.000 ton.

Sementara, data yang dihimpun kalangan industri di lapangan, produksi rumput laut nasional hanya 261.000 ton. Rinciannya, sebanyak 176.000 ton merupakan produk ekspor dan 85.000 ton lainnya diolah untuk pasardomestik.

Ada selisih sekitar 670.000 ton dengan data yang dirilis KKP.

"Produksi sangat banyak dan harga naik. Kini disebutkan 3,4 juta ton kering sedangkan kami tak pernah menemukan barangnya. Data-data ini menjadi masalah karena akan membuat roadmap nasional industri rumput laut," kata Soerianto Kusnowirjono dalam keterangan persnya kepada Tribunnews, Minggu (21/1/2018).

Baca: Tarif kereta Bandara Soekarno-Hatta Fleksibel, Tergantung Stasiun Tujuan

BERITA TERKAIT

Baca: Nokia Sepakati Aliansi dengan DoCoMo untuk Jaringan 5G

Wakil Ketua Umum Astruli, Sasmoyo Boesari mengatakan, problem data produksi rumput laut nasional yang simpang siur menjadi masalah sejak 2012 karena terdapat perbedaan data yang signifikan antara yang dimiliki KKP dan Astruli.

"Ketidaksamaan data ini menimbulkan dampak. Data KKP 12 juta ton (produksi) rumput laut basah atau 1,2 juta ton. Sedangkan data industri hanya 400.000 ton. "Jadi ada jarak 800.000 ton. Padahak kebutuhan seluruh dunia hanya 800 000 ton," ungkap Sasmoyo.

Sasmoyo menambahkan, pihaknya sudah membuat roadmap dan telah diserahkan ke Menko Kemaaritiman. Harga normal rumput laut Rp 12.000 per kg. Sekarang harganya mencapai 26 000 per kg.

"Industri pengolahan tak berani memproduksi karena bahan baku sudah mahal," kata Sasmoyo.

Perbedaan data produksi rumput laut nasional ini membuat Pemerintah salah mengambil kebijakan.

"Dengan produksi yang besar mereka (KKP) undang investor sehingga over investor asing. Contoh, pabrik PMA (penanaman modal asing) di Pinrang, Sulawesi Selatan, yang membuat industri lokal terhambat," dia mencontohkan.

Sasmoyo menjelaskan, timpangnya data produksi rumput laut nasional dengan data yang dimiliki industri merupakan  akibat ego sektoral dari masing-masinginstansi di Pemerintahan.

"KKP akan sulit mengadopsi data riil di lapangan karena sudah dieskpos datanya. Data ini harus direvisi, untuk membuat roadnap. Kalau datanya salah, maka pedoman industri rumput laut akan sesat," tegasnya.

Dia menambahkan, asosiasi telah membicaraan hal ini dengan pejabat di KKP. "Dan hasilnya mengecewakan kami karena nereka mempertahankan data0data ini. Makanya kami akan lapor ke Presiden atau Wapres terkait data ini," tandasnya.

Sasmoyo juga menyatakan, asosiasinya selama ini memayungi investor lokal dan produksinya berorientasinya ekspor. Karena itu Pemerintah harus segera memberikan solusi.

"Perputaran uang di rumput laut hanya 45 hari dan bisa meningkatkan kesejahteraan. Kami akan renegonesiasi harga dengan para penbeli, baik dari dalam dan luar negeri. Kami mendapatkan pertanyaan dari (pembeli di) luar negeri, mengapa harga naik di tengah produksi yang melimpah," lanjutnya.

"Harga jual naik di tengah kenaikan produksi rumput laut itu menabrak hukim pasar. Tren harga rumput laut mulai naik sejak September 2017 dan puncaknya Desember 2017," ungkap Sekjen Astruli, Arman Arfah.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas