Baru 32 Fintech P2P Lending yang Terdaftar di OJK
OJK mengimbau penyedia layanan fintech untuk lebih transparan menjelaskan mekanisme kerja dan dan risikonya pada masyarakat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hingga 25 Januari lalu, baru 32 perusahaan layanan keuangan berbasis teknologi (financial technology/ fintech) skema peer-to-peer (P2P) lending yang terdaftar pada regulator. Artinya, 32 Fintech itu sudah mengantongi izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) OJK. Jumlah itu meningkat lima lebih banyak dibanding bulan sebelumnya.
Dari data yang dilansir di situs OJK, lima perusahan fintech terbaru yang sudah mengantongi izin dari OJK adalah Ammana, Gradana, Dana Mapan, Aktivaku, dan Karapoto.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Nurhaida, pada acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan Jawa Barat Tahun 2018 di Bandung, beberapa waktu lalu mengatakan, selain 32 Fintech P2P Lending yang terdaftar/berizin di OJK itu, ada 36 perusahaan lainnya yang masih dalam proses pendaftaran.
Total pembiayaan bisnis FinTech ini telah mencapai Rp2,6 triliun dengan 259.635 peminjam. “Kami mengarahkan lembaga jasa keuangan agar meningkatkan sinergi dengan perusahaan Fintech ataupun mendirikan lini usaha Fintech," katanya.
OJK sendiri, menurut Nurhaida, mendukung inovasi produk Fintech selama produk tersebut bermanfaat bagi masyarakat. "Keberadaan produk ini harus tetap dalam koridor tata kelola yang baik berdasarkan asas TARIF yakni Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas, Independensi dan Fairness agar aspek perlindungan masyarakat terpenuhi," kata Nurhaida.
Sementara itu di kesempatan terpisah, Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengimbau penyedia layanan fintech, terutama model peer-to-peer lending untuk lebih transparan menjelaskan mekanisme kerja dan risikonya pada masyarakat.
Hal tersebut terkait dengan risiko peer-to-peer lending yang sangat tinggi dan tidak memiliki jaminan apapun. Apalagi penyedia platform biasanya hanya berperan sebagai wadah saja pertemuan pemberi pinjaman dan peminjam.
"Peer to peer lending platform ini harus transparan sehingga nasabah dan pemberi pinjaman tahu benar risikonya," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso saat ditemui di sela Mandiri Investasi Outlook 2018. "Jangan sampai customer-nya masyarakat tadi merasa dirugikan karena tidak tahu. Pemberi pinjaman juga harus mengerti kalau ada risiko. Jangan sampai tidak mengerti," tambah dia.
Wimboh menyebutkan, salah satu bentuk transparansi yang dimaksud adalah keterbukaan soal bunga pinjaman tersebut. OJK sendiri tidak akan membatasi bunga, namun penyedia platform mesti terbuka mencantumkannya, jangan sampai pemberi pinjaman dan yang meminjam tidak mengetahui.
Jika nantinya orang yang ingin memberi pinjaman dan yang meminjam sudah sama-sama paham serta menerima syarat hingga risiko transaksi, maka silahkan saja bertransaksi atas tanggung jawab sendiri. "Kalau sudah tahu ada resiko dan tetap melakukan itu artinya sudah paham, sudah merasa tidak dibohongi," ucapnya.
Peer-to-peer landing adalah model layanan keuangan digital yang menawarkan pinjaman uang pada orang yang membutuhkan. Sesuai sebutannya, layanan ini mempertemukan antara pinjaman dengan kebutuhan meminjam.
Namun sifat pinjam meminjam ini berbeda dengan bank. Sifat pinjam meminjamnya adalah Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI). Pemberi pinjaman dan peminjam tidak bertatap muka, biasanya bisa langsung memberi atau mendapat pinjaman tanpa repot verifikasi. Sedangkan posisi platform penyedia peer-to-peer hanya sebagai wadah atau fasilitator sehingga pinjaman cenderung bersifat pribadi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.