BPN Temukan Maladministrasi di Proses Pembebasan Lahan untuk Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
"Penetapan lokasi tidak bisa dikeluarkan. Ada mal administrasi saat mereka melakukan pembelian," kata Arie Yuriwin.
Penulis: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pertanahan Nasional (BPN) menemukan ada praktik maladministrasi dalam proses pembebasan lahan masyarakat untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), perusahaan yang mendapat lisensi pemerintah di proyek tersebut.
Arie Yuriwin, Direktur Jenderal Pengadaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) mengatakan, lahan yang dibebaskan untuk kereta cepat itu sebagian masuk ke dalam kawasan industri dan kawasan pemukiman.
Selain itu, lahan yang sudah dibebaskan oleh PT KCIC lewat perusahaan ketiga yang dipakainya, ternyata juga sudah keluar dari trase-nya.
Tampil berbicara di Seminar Kebijakan dan Regulasi Pembebasan Lahan Properti yang diselenggarakan Jasamarga Properti di Jakarta, Kamis (15/3/2018), Arie Yuriwin mengatakan, PT KCIC sudah membeli lahan secara B to B (business to business) sebelum perusahaan itu mendapatkan dokumen penetapan tata ruang dan peruntukan lokasi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"PT KCIC itu tunjuk perusahaan belanja Rp 100 ribu dan yang dijual ke KCIC Rp 300 ribu dan celakanya yang dibeli lahan itu berada di luar trase. Penetapan lokasi tidak bisa dikeluarkan. Ada mal administrasi saat mereka melakukan pembelian," kata Arie Yuriwin.
Arie Yuriwin menyebutkan, pihaknya menemukan ada 1838 bidang lahan yang dibebaskan untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang diketahui maladministrasi.
Arie mengingatkan, badan usaha yang akan membeli lahan melalui proses pembebasan dari pihak ketiga lahan, harus mengetahui dulu penetapan izin lahannya.
Baca: Panduan Penting Buat BUMN yang Akan Akuisisi Lahan untuk Proyek Properti dan Infrastruktur
Baca: Jasa Marga Properti Siapkan Modal Rp 800 Miliar untuk Project 12 Rest Area dan Hunian Tapak
"Ketahui dulu penetapan izin lahannya. Kalau mau beli properti ketahui dulu izin lokasi dan peruntukannya, ternyata (lahan yang dibebaskan PT KICC) itu jalur hijau. Kalau itu jalur hijau, BPN tidak bisa mengeluarkan sertifikat tanahnya. Jadi harus tahu dulu grand desain lahannya di area itu untuk apa," tegas Arie Yuriwin.
Dia mencontohkan, lahan di kawasan Kota Deltamas, Bekasi.
"Dengan posisi di pinggir jalan tol dan di area itu akan dibangun proyek kereta cepat, lahan yang semula akan dipakai untuk sekolah dan lain lain, mereka kemudian harus ubah lagi desain peruntukan lahannya."
Arie menyebutkan, proses pembebasan lahan untuk sebuah proyek infrastruktur yang persiapannya tidak matang akan membuat proyek tersebut molor dari tenggat yang ditentukan. Begitu juga investasi atau anggaran yang dialokasikan, jadi membengkak.
Arie juga menyoroti tentang penggunaan lahan di kawasan TNI AU di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Dia mengatakan, PT KICC harus membebaskan dulu lahan yang akan dipakai untuk proyek tersebut di kawasan Halim.
PT KICC tidak boleh melakukan sewa menyewa lahan atau kerjasama dengan pihak ketiga untuk proyek tersebut karena dalam undang undang agraria, hal tersebut tidak dikenal.
"Dalam pengadaan lahan untuk proyek seperti (yang digarap) KCIC tidak dikenal yang namanya sewa lahan. Lahan harus dibeli dan diberikan ganti rugi. Seperti area di Halim itu, tidak bisa pakai konsep kerjasama penggunaan lahan, harus dibeli dan diberikan ganti rugi agar nanti bisa menjadi aset," terangnya.