Jelang Finalisasi Holding BUMN Migas, Saham PGAS Makin Seksi
Nafan memperkirakan saham PGAS akan semakin menarik, bahkan secara teknikal ia berani meramal target price di level Rp 3.780
Editor: Sanusi
Sementara terkait perubahan status PGN menjadi non-BUMN setelah resmi menjadi anak usaha Pertamina dalam holding, hal tersebut menurut Nafan tidak dipusingkan oleh para investor.
"Perubahan status itu tidak ada masalah bagi investor, karena dengan menjadi non-BUMN diharapkan manajemen PGN bisa lebih efisien dan efektif dalam menentukan strategi bisnisnya," tegas Nafan.
Demikian halnya dengan semakin bertambahnya jumlah saham publik yang dimiliki investor asing karena menilai saham PGN seksi untuk dikoleksi. Hal tersebut merupakan hal yang lumrah di pasar modal karena sifat saham publik dapat diperjualbelikan secara bebas baik oleh investor domestik maupun asing.
Sampai 28 Februari 2018, lima pemegang saham publik PGN terbanyak adalah BPJS Ketenagakerjaan sebesar 3,42 persen, Petronas sebesar 2,26 persen, BlackRock Investment dengan jumlah 1,64 persen, Vanguard Group 1,53 persen, dan Matthews International sebanyak 1,38 persen.
Kepemilikan sebagian saham publik oleh investor asing, diyakini tidak mengurangi independensi PGN dalam melakukan kegiatan hilir gas bumi dan menjalankan perannya subholding gas BUMN.
"Dengan semakin banyak asing yang masuk ke PGAS tidak akan berpengaruh banyak ke bisnis karena yang pegang saham mayoritas tetap Pertamina. Menurut saya seperti itu. Sekarang yang lebih penting adalah Pertamina memberikan wewenang bisnis gas hilirnya ke PGN," pungkas Nafan.
Analis Mandiri Sekuritas Bob Setiadi memperkirakan kinerja PGN akan terus membaik sepanjang 2018 ini. Pasalnya, pada 2017 lalu perusahaan berlogo api biru bisa meningkatkan margin bisnisnya sekaligus memangkas liabilitas sebagai modal kuat memasuki tahun buku yang baru.
Dalam catatan Bob, PGN bisa menorehkan lifting 39.233 barel oil equivalen per day (BOEPD), angka tersebut 30 persen lebih banyak dibandingkan lifting 2016 silam.
"Tahun lalu PGN tercatat menghabiskan belanja modal US$ 231 juta, yang 66 persen diantaranya dialokasikan untuk bisnis hilir. Tahun ini mereka diperkirakan akan menyediakan capex US$ 400 juta untuk pengembangan bisnisnya," kata Bob dalam riset.