Rupiah Berpeluang Tetap Kuat Setelah BI Tahan Level Suku Bunga Acuan
Pernyataan kebijakan Fed secara umum positif dan pertumbuhan ekonomi AS direvisi menjadi lebih tinggi untuk 2018 dan 2019, tapi kurang hawkish.
Penulis: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rupiah sedikit melemah terhadap dolar AS setelah Bank Indonesia (BI) memutuskan tidak mengubah suku bunga acuan di posisi 4,25 persen.
BI menyatakan akan terus menjaga "stabilitas makro dan keuangan serta mendorong ekonomi domestik" guna menghindari arus keluar modal di kala Fed meningkatkan suku bunga.
"Rupiah mungkin akan tetap kuat, terutama mengingat Gubernur Agus Martowardojo telah memberi sinyal bahwa Bank Indonesia akan terus mengintervensi guna menjaga kurs rupiah. Trader teknikal akan terus memantau perilaku USDIDR di kisaran 13750 menjelang akhir pekan ini," kata Lukman Otunuga, Research Analyst FXTM dalam keterangan pers tertulisnya, Jumat (23/3/2018).
Lukman menyatakan, dolar AS yang melemah pasca rapat Fed yang tidak se-hawkish yang diharapkan pasar dapat memberi dukungan untuk mata uang pasar berkembang.
"Fed meningkatkan suku bunga ke level tertinggi sejak krisis finansial, tapi bulls tampak jelas tidak termotivasi," sebut Lukman Otonuga.
Baca: SBY: Jokowi Harus Transparan Soal Pembengkakan Utang Negara
Meski seperti diperkirakan, suku bunga AS akan naik 0,25 persen ke rentang baru yaitu 1,5 - 1,75 persen, perhatian investor lebih tertuju ke dot-plot dan konferensi pers Powell.
Pernyataan kebijakan Fed secara umum positif dan pertumbuhan ekonomi AS direvisi menjadi lebih tinggi untuk 2018 dan 2019, tapi kurang hawkish.
Fed ditengarai sangat mengecewakan pasar karena tidak mengubah dot-plot di tahun 2018 dengan total tetap tiga kenaikan suku bunga. Walaupun ada sedikit peningkatan dalam proyeksi dot-plot tahun 2019 dan 2020, tapi dolar tidak banyak menguat.
"Konferensi pers dan pernyataan Jerome Powell jelas berhati-hati dan mengatakan bahwa data tidak memberi indikasi jelas akan adanya akselerasi inflasi. Karena itu, investor semakin menyerang dolar," kata Lukman.