PSI Dukung Lion Air Boikot Impor Ratusan Airbus
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendukung rencana Lion Air Group memboikot impor ratusan pesawat asal Prancis, Airbus.
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendukung rencana Lion Air Group memboikot impor ratusan pesawat asal Prancis, Airbus. Boikot tersebut merupakan dukungan maskapai tersebut terhadap langkah pemerintah memerangi larangan ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) ke Eropa.
“Kita apresiasi dan mendukung kebijakan korporasi Lion Air Group yang memboikot impor ratusan Airbus,” ujar Juru Bicara PSI Bidang Ekonomi dan Bisnis Rizal Calvary Marimbo di Jakarta dalam keterangannya yang diterima tribunnews.com, Kamis (12/4/2018).
Rizal mengatakan, alasan Uni-Eropa memboikot CPO asal Indonesia sebab tidak ramah lingkungan tidak bisa diterima dan mengada-ada. ”Ini kan masalah perang dagang, ada substitusi impor komoditas lain yang mau masuk, misalnya kedele atau jagung menggantikan CPO Indonesia dan Malaysia. Terus dia bikin-bikin alasanlah soal lingkungan,” ujar Rizal.
Dijelaskan, Chief Executive Officer (CEO) Lion Air Group Edward Sirait mengatakan pihaknya mendukung pemerintah dengan memboikot impor Airbus dari Eropa. “Mungkin saja. Gini, kita mendorong ekspor negara ini. Sama seperti statement saya yang mengatakan, kita ingin devisa kita untuk perawatan pesawat ini jangan keluar. Apa bedanya? Enggak ada bedanya kan. Kira-kira seperti itu," kata dia baru-baru ini.
Hal serupa disampaikan pendiri Lion Air, Rusdi Kirana. Rencana Lion mengembangkan penggunaan bioavtur berbasis sawit sebagai bahan bakar bagi pesawat komersial akan menjadi pukulan telak bagi Eropa. Pasalnya, pesawat airbus milik Lion yang diproduksi di Perancis bakal menggunakan bahan bakar berbasis CPO.
"Bagi negara yang mengenakan pembatasan ekspor bahan bakar terbarukan berbasis sawit, mestinya melihat kalau pesawat udara yang mereka buat ternyata terbang memakai bahan bakar dari komoditas yang justru mereka boikot," ujar Rusdi.
Lion Air Group telah memesan sebanyak 234 unit pesawat Airbus sejak Maret 2013. Pemesanan ratusan pesawat itu merupakan pembelian terbesar dalam sejarah Airbus dan pemesanan tersebut telah menggerakkan roda perekonomian Prancis. Dianggap berjasa, Presiden Prancis saat itu Francois Hollande memberikan penghargaan Légion d'Honneur kepada pendiri Lion Air Group, Rusdi Kirana.
Diketahui, Uni Eropa kerap menggaungkan penghapusan biofuel berbasis kelapa sawit (phase out palm oil based biofuel) pada 2021. Parlemen Eropa menilai penggunaan minyak sawit sebagai salah satu biofuel berpotensi memberantas hutan.
Uni Eropa tak hanya melarang peredaran minyak sawit mentah dan biodiesel tapi juga seluruh produk turunan yang menggunakan minyak sawit mentah. Hal ini bisa berdampak ke negara pengekspor CPO terbesar di dunia seperti Indonesia dan Malaysia.
Industri Strategis
PSI mendukung perang terhadap boikot CPO Indonesia ke Eropa mengingat industri ini telah menjadi industri strategis nasional. “Industri ini berkontribusi besar terhadap perekonomian bangsa dan perannya sangat penting dalam menjaga ketahanan pangan dan energi nasional. Dia tidak saja menjadi industri strategis tapi juga menjadi satu komoditas strategis. PSI akan allout,” ujar Rizal.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat nilai ekspor minyak sawit Indonesia pada 2017 mencapai US$ 22,97 miliar, naik 26% dibandingkan 2016 sebesar US$ 18,22 miliar. Melonjaknya ekspor tersebut menyebabkan nilai sumbangan devisa minyak sawit ikut meningkat.
Adapun secara volume, ekspor minyak sawit Indonesia pada 2017 juga tercatat tumbuh 23,6% menjadi 31,05 juta ton dari 25,11 juta ton pada 2016, di luar ekspor biodiesel dan oleochemical. Peningkatan ekspor itu terjadi seiring dengan perluasan pasar ekspor non tradisional.
Kelapa sawit juga telah memberikan sumbangan terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, utamanya sektor perkebunan. Sektor perkebunan sendiri telah mengalahkan sektor minyak dan gas (migas) dalam sumbangsinya terhadap PDB nasional yakni sebesar Rp 429 triliun. Sedangkan migas hanya sebesar Rp 365 triliun dan terus mengalami penurunan.