Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Disrupsi Kewirausahaan: Ancaman atau Peluang?

Saat ini terjadi economic disruption (disrupsi ekonomi) atau perubahan cara dan fundamental bisnis.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Disrupsi Kewirausahaan: Ancaman atau Peluang?
Ist/Tribunnews.com
Seminar Kewirausahaan bertema Disruptive in Global Business and The Impact on SMEs di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Manajemen Bisnis Indonesia (MBI), Depok, Jawa Barat, Minggu (22/4/2018). 

TRIBUNNEWS.COM DEPOK - Revolusi industri gelombang ke-4 atau Industry 4.0, berdasarkan hasil riset Mckinsey Global Institute pada 2015, dampaknya 3.000 kali lebih dahsyat daripada revolusi industri gelombang pertama abad ke-19.

Saat ini terjadi economic disruption (disrupsi ekonomi) atau perubahan cara dan fundamental bisnis, yang disebabkan oleh revolusi teknologi digital. Perusahaan yang masih mempertahankan model bisnis kuno, cepat atau lambat akan terkena disrupsi.

“Akibat percepatan teknologi, hingga tahun 2030 sekitar 2 miliar pegawai di seluruh dunia akan kehilangan pekerjaan; dan di Indonesia, sekitar 50 juta pekerjaan akan hilang,” ungkap Drs H Sumaryoto Padmodiningrat MM dalam makalahnya bertajuk, “Disrupsi Kewirausahaan: Ancaman atau Peluang?” saat menjadi pembicara dalam Seminar Kewirausahaan bertema "Disruptive in Global Business and The Impact on SMEs" dengan judul "Enterpreneurship is Economic Security of Indonesia" di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Manajemen Bisnis Indonesia (MBI), Depok, Jawa Barat, Minggu (22/4/2018).

Selain Sumaryoto, pembicara lainnya adalah Ir Guntur Supriyono QIA.

Tak pelak, kata Sumaryoto, karena kewirausahaan atau enterpreneurship bagian dari ekonomi, disrupsi ekonomi juga berdampak pada kewirausahaan, atau kita sebut saja disrupsi kewirausahaan.

“Disrupsi ekonomi akan memunculkan kesenjangan baru akibat hilangnya pekerjaan. Orang-orang yang bekerja pada sektor yang tergantikan oleh teknologi akan menjadi kelompok yang sangat rentan. Namun, di sisi lain, economic disruption juga akan memunculkan peluang baru. Ada pekerjaan-pekerjaan baru yang tercipta dari kondisi tersebut,” jelas Sumaryoto yang juga mantan anggota DPR RI.

Pertanyaannya, disrupsi ekonomi (kewirausahaan) , ancaman atau peluang? Bagi yang pemikirannya statis dan pesimistis, disrupsi ekonomi akan dipandang sebagai ancaman dan hambatan, karena mereka bisa kehilangan pekerjaan akibat adanya revolusi teknologi digital.

BERITA REKOMENDASI

Tapi bagi yang pemikirannya dinamis dan optimistis, disrupsi ekonomi justru akan dipandang sebagai peluang dan tantangan.

“Paling tidak, orang-orang yang optimistis akan memandang disrupsi ekonomi sebagai blessing in disguise (berkah di balik musibah),” papar pria low profile ini.

“Menghadapi disrupsi ekonomi (kewirausahaan), sebagian masyarakat dunia sudah mengantisipasinya dengan membuat usaha rintisan atau startup yang berbasis teknologi digital, tak terkecuali masyarakat Indonesia. Bahkan startup digital Indonesia diprediksi akan tumbuh semakin subur tahun ini. Hal itu didorong kian merebaknya gaya hidup digital, baik di kalangan masyarakat urban maupun sub-urban,” lanjutnya.

Mengapa startup bisa menjadi sukses? "Poin penting startup bisa menjadi sukses karena kemampuan dalam memberikan solusi dari setiap tahapan dalam proses customer’s journey secara cepat dan efisien melalui teknologi digital.

Selain itu, startup bisa beroperasi dengan fleksibel, tidak terlalu dibatasi oleh regulasi-regulasi baku, sehingga bisa beradaptasi dengan cepat terhadap kebutuhan konsumen," terangnya.


Menurut Sumaryoto, kampus harus mampu melahirkan wirausahawan-wirausahawan yang memiliki usaha mandiri seperti Perusahaan Terbatas (OT), Comanditaire Venotschap (CV)., Usaha Dagang (UD), koperasi dan kini terutama startup.

Para mahasiswa, masih kata Sumaryoto, juga bisa memilih profesi yang tak terpengaruh disrupsi ekonomi, yakni menjadi praktisi politik.

"Praktisi politik ini bisa menjadi pejabat publik di eksekutif (presiden/wakil presiden, menteri, gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati atau walikota/wakil walikota) dan legislatif (DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi, DPRD kota, atau DPRD kabupaten)," urainya.

Berdasarkan data KPU, melalui Pemilu/Pilpres 2019 tersedia alokasi kursi bagi praktisi politik sejumlah 2 kursi presiden/wapres, 575 kursi DPR RI (dari 80 daerah pemilihan), 136 kursi DPD RI (4 x 34 provinsi), 2.207 kursi DPRD provinsi (272 dapil) dan 17.600 kursi DPRD kota/kabupaten (2.206 dapil).

"Itu masih ditambah 34 menteri, 68 gubernur/wakil gubernur, dan 900-an walikota/wakil walikota dan bupati/wakil bupati, " tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas