Ekonom: Rentetan Serangan Teroris Berdampak pada Iklim Investasi Indonesia
rupiah kembali tersungkur ke level Rp 14.070 per dolar AS dari posisi penutupan dagang kemarin Rp 14.037 per dolar AS.
Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi terorisme yang kembali terulang pada Rabu (16/5/2018) di Mapolda Riau menambah rentetan teror yang terjadi dalam sepekan terakhir ini turut memberikan tekanan di pasar keuangan dan nilai tukar rupiah.
Tengok saja, pagi ini, Indeks Harga Saham Gabungan terkoreksi ke level 5.780,87 dari pelemahan sebelumnya yang terkoreksi 109,04 poin atau -1,83 persen.
Sementara rupiah kembali tersungkur ke level Rp 14.070 per dolar AS dari posisi penutupan dagang kemarin Rp 14.037 per dolar AS. Pelemahan rupiah sejak awal tahun sebesar 3,56 persen.
Ekonom Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah menyatakan serangan teror yang belakangan ini terjadi berdampak pada iklim investasi, kendati tidak begitu besar.
Ia mengatakan, kejadian di Mako Brimob, ledakan bom bunuh diri dan rangkaian teror setelahnya akan secara signifikan mempengaruhi iklim investasi apabila rangkaian kejadian ini terus berlangsung dan pemerintah dalam hal ini kepolisian tidak mampu mengungkap dan menangkap pelakunya.
“Bila itu terjadi persepsi risiko investasi kita akan naik tinggi dan berdampak kepada aliran modal yang masuk dan juga yang keluar,” kata Piter saat dihubungi Tribunnews, Rabu (16/5/2018) di Jakarta.
Namun demikian, ia meyakini, sejauh ini pemerintah cukup solid dan kepolisian secara gencar mengungkap dan mengejar para pelaku dan yang terindikasi terlibat. Hal ini menimbulkan keyakinan investor sehingga rangkaian kejadian bom ini tidak menimbulkan tekanan besar terhadap aliran modal investasi dan juga nilai tukar.
“Tapi apabila rangkaian teror ini tidak berhenti, dampaknya terhadap investasi akan jadi lebih besar dan signifikan,” lanjutnya.
Piter berpendpat, walau memiliki dampak yang kecil, namun kejadian teror ini tidak bisa diremehkan, sebab menambah sumber tekanan bagi pemerintah dan bank sentral di tengah bergejolaknya kondisi pasar keuangan seperti harga SUN yang mengalami penurunan tajam akibat ketidakpastian kondisi global.
“Tugas BI dan pemerintah semakin berat,” katanya.