Mei: Impor Naik Signifikan, Kurs Rupiah Tertekan dan Defisit Neraca Berjalan melebar
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan, secara musiman, tekanan impor akan lebih tinggi saat puasa dan Lebaran.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan,Adinda Ade Mustami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Defisit neraca perdagangan berpotensi terjadi lagi di bulan Mei ini. Hal ini juga menjadi salah satu pendorong defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) akan melebar di kuartal kedua tahun ini.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan, secara musiman, tekanan impor akan lebih tinggi saat puasa dan Lebaran.
Jika pada bulan April kenaikan impor disebabkan oleh impor bahan baku dan barang modal, di bulan Mei ini peningkatan impor diperkirakan bersumber dari impor barang konsumsi. "Impor pangan akan meningkat saat puasa," kata Andry, Selasa (15/5/2016).
Peningkatan impor ini juga diperkirakan semakin menekan rupiah karena impor membuat permintaan dollar signifikan.
"Tapi tekanan terhadap rupiah di Juni sudah sedikit mereda," tambah Andry.
Sementara kinerja ekspor, masih akan sangat tergantung pada permintaan dari luar. Permintaan komoditas lanjut Andry, sangat tergantung permintaan China dan Amerika Serikat (AS).
Jika permintaan China turun lagi, maka ekspor masih akan tertahan. "Makanya, cukup ada potensi defisit neraca perdagangan di Mei ini," tambah dia.
Andry juga memperkirakan, CAD kuartal kedua tahun ini akan melebar.
Baca: Penyanyi Taylor Swift Jadi Brand Ambassador Fujifilm
Baca: Soal Skandal BLBI, KPK Menyatakan Peran Megawati Belum Relevan Diusut
Selain karena peningkatan impor barang konsumsi, pelebaran tersebut dipengaruhi oleh pembayaran utang pemerintah dan dividen ke luar negeri dan harga minyak dunia yang berpotensi naik.
Namun, peningkatan nominal CAD itu akan dibarengi pula oleh peningkatan nominal produk domestik bruto (PDB) kuartal kedua karena pengaruh musim puasa dan lebaran, pilkada, hingga tahun ajaran baru.
Dengan demikian, secara rasio terhadap PDB, pelebaran CAD juga tak akan melebihi level 2,5% dari PDB.
Pada akhir 2018, pihaknya memperkirakan posisi CAD akan menjadi sekitar 2,2% dari PDB dengan neraca perdagangan dengan surplus US$ 17,8 miliar.