Indeks Saham di BEI Merosot Hampir 10 Persen, Analis Yakinkan Belum Masuki Tahapan Krisis
"IHSG tidak turun sebanyak 20% dalam waktu sebulan, atau turun 10% dalam seminggu. Sehingga, sekarang memang belum bisa dikategorikan krisis"
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Kontan, Intan Nirmala Sari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus menurun belakangan ini. Bahkan, hingga sesi I perdagangan Senin (21/5/2018) hari ini, indeks masih terkoreksi 0,72% ke level 5.741,57.
Merujuk data Bloomberg, secara year to date(ytd) per Jumat (18/5), indeks sudah melorot sebesar 9,89%.
Meski terus turun, namun pengamat pasar modal Satrio Utomo mengatakan, bursa domestik saat ini belum masuk dalam kategori krisis. Mengingat, penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat ini belum mencapai 20% dalam waktu yang singkat.
"IHSG tidak turun sebanyak 20% dalam waktu sebulan, atau turun 10% dalam seminggu. Sehingga, sekarang memang belum bisa dikategorikan krisis," jelasnya, Jumat (18/5/2018).
Kondisi bursa domestik saat ini berada pada situasi yang berbeda dibandingkan 20 tahun lalu. Artinya, bursa lebih mampu menjaga dampak ataupun risiko krisis.
Baca: Cerita Wati yang Kini Kebingungan Siapkan Mudik Lebaran Setelah Rumahnya di Duren Sawit Dilalap Api
Dengan dominasi pelaku pasar lokal saat ini, krisis di bursa lebih mampu ditahan dibandingkan 20 tahun lalu.
Apalagi, dengan mulai berkurangnya pengaruh modal asing, sehingga pasar memiliki kemampuan lebih besar dalam meredam risiko krisis.
Baca: Mau Aneka Ikan Murah untuk Menu Buka Puasa dan Sahur, Yuk ke Bogor, Catat Lokasinya!
"Kalau sekarang, kita belum krisis karena pertumbuhan ekonomi juga masih tinggi. Tapi, kalau pemerintah enggak lakukan langkah-langkah tepat, maka ketika kembali terjadi krisis, kita akan lebih parah dari 2008," jelasnya, Jumat (18/5/2018).
Kondisi tersebut bisa terjadi, sebab, situasi di masyarakat saat ini juga diwarnai sentimen politik jelang pemilihan umum Presiden.
Di samping itu, meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini masih tinggi, di atas 5%, namun perputaran uang di masyarakat berkurang. Ini karena tergerus biaya kebutuhan seperti BBM, tarif listrik yang naik dan lainnya.