Truk Dilarang Beroperasi di Libur Lebaran, Ada Potensi Rugi Ekspor 500 Juta Dolar AS
“Kerugian yang akan ditimbulkan baik secara entitas bisnis maupun secara negara akan sangat besar,” ujarnya
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filmen Indonesia (Apsyfi) menilai imbauan Kementerian Perhubungan kepada angkutan barang atau truk barang untuk tidak beroperasi pada tanggal 8 dan 9 Juni 2018, akan menyulitkan dan menghambat perekonomian. Hal tersebut berpotensi menimbulkan kerugian ekspor US$ 500 juta.
Executive Member Apsyfi, Yudha Prama mengatakan, seharusnya terdapat keseimbangan antara kepentingan sosial kemasyarakatan dan sosial ekonomi. Menurutnya, jika penghentian mulai dari tanggal 8 Juni 2018 akan ada 13 hari di mana bisnis tidak bisa beroperasi.
Sedangkan industri ini merupakan motor perekonomian, terutama untuk industri hulu yang beroperasi 24 jam non stop. “Kerugian yang akan ditimbulkan baik secara entitas bisnis maupun secara negara akan sangat besar,” ujarnya saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (7/6/2018).
Dalam surat yang dilayangkan kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi tanggal 8 Mei 2018, Yudha mengatakan kebijakan libur panjang yang tidak disertai kepastian operasional pelabuhan akan menyebabkan kegiatan ekspor terhenti.
Sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) akan kehilangan potensi ekspor US$ 500 juta dan menurunkan tingkat kepercayaan pembeli luar negeri seperti yang terjadi dalam dua tahun terakhir.
Dalam periode liburan tidak ada shipping line yang mau berlabuh untuk bongkar muat barang.
Baca: Pemprov DKI Kerahkan Ratusan Satpol PP Segel Bangunan di Pulau Reklamasi\
Baca: Aturan Pembatasan Truk Selama Arus Mudik-Balik Lebaran Membingungkan
Yudha melanjutkan, pelaku industri menginginkan fleksibilitas di mana truk diperkenankan masuk pada saat kondisi jalan memungkinkan atau tidak mengalami kemacetan. Namun, pada saat padat truk tersebut akan menepi.
“Rekomendasi permohonan kami pada dasarnya tidak pembebasan mutlak untuk truk berjalan, karena apa artinya truk kami jalan kalau kena macet juga, biayanya jauh lebih mahal,“ tambahnya.
Asosiasi juga meminta agar salah satu pasal yaitu pasal 8 Permenhub No 34 tahun 2018 bahwa kepolisian berwenang mengevaluasi pembatasan operasional mobil barang.
Menurutnya, hal itu perlu dipertegas dengan surat kepada kepolisian, dan meminta agar pasal tersebut diperjelas di mana kendaraan industri dapat diperkenankan lewat atas pertimbangan Korlantas.
Meski truk masih diperkenankan untuk melewati jalan nasional, dinilai akan menimbulkan risiko baru lantaran pada jalan nasional terutama ketika musim mudik, banyak pemotor yang melewati jalan tersebut.
“Belum lagi kendaraan yang tidak diizinkan masuk tol, seperti mobil bak terbuka yang di pakai mudik ramai-ramai itu kan justru menambah risiko baru,” kata dia. Hingga saat ini, dia mengakui surat yang dilayangkan tersebut dijawab dan selalu diarahkan untuk ke jalan nasional.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Angkutan Multimoda Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Cucu Mulyana mengatakan, seharusnya hal ini tidak ada masalah lagi karena truk dapat melewati jalan arteri nasional.
“Surat yang terbitkan Kemhub berupa himbauan kepada transporter untuk tidak beroperasi pada tanggal 8-9 Juni di ruas jalan tol Jakarta-Cikampek dan Jakarta-Merak, namun di jalan arteri nasional bisa beroperasi. Sebenarnya tidak ada masalah ya,” ujarnya.
Reporter: Arsy Ani Sucianingsih