Pengamat: Kenaikan Suku Bunga Acuan Bukan Solusi Tunggal
Bank Indonesia kembali menaikkan tingkat suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin menjadi 5,25 persen dari sebelumnya.
Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Bank Indonesia kembali menaikkan tingkat suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin menjadi 5,25 persen dari sebelumnya 4,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 28 - 28 Juni 2018.
Baca: 4 Destinasi yang Keindahannya bagai di Negeri Dongeng, Jadi Incaran Para Traveler!
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, kenaikan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin tersebut merupakan langkah lanjutan Bank Indonesia dalam menjaga daya saing pasar keuangan domestik terhadap perubahan kebijakan moneter sejumlah negara dan ketidakpastian pasar keuangan global.
“Rapat Dewan Gubernur BI pada 28-29 Juni 2018 memutuskan untuk menaikkan BI 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin menjadi 5,25 persen,” kata Perry di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (29/6/2018).
Adapun, suku bunga deposit facility naik sebesar 50 basis poin menjadi 4,50 persen dan suku bunga lending facility juga naik sebesar 50 basis poin menjadi 6,00 persen. Kebijakan tersebut berlaku efektif sejak 29 Juni 2018. BI meyakini, penyesuaian kebijakan suku bunga tersebut dapat memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, kenaikan suku bunga acuan efeknya masih bersifat temporer dan masih kalah dengan sentimen faktor global.
“(Kebijakan tersebut) di atas ekspektasi pelaku pasar karena naik 50 bps, belum mampu menguatkan kurs rupiah sesuai target,” kata Bhima kepada Tribunnews.com.
Hal itu, kata Bhima, terlihat dari posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serkat yg masih melemah di level Rp 14.325 pada penutupan perdagangan Jumat (29/6/2018).
Kondisi tersebut, kata Bhima menjadi peringatan bahwa menaikkan suku bunga acuan tidak bisa dijadikan solusi tunggal penguatan kurs rupiah.
Menurut Bhima, harus ada kombinasi kebijakan fiskal dan moneter yang terukur dan tepat sasaran. Misalnya membuat paket tentang stabilisasi kurs dengan perbanyak insentif bagi sektor penguat devisa.
“Jadi bentuknya harus lintas sektoral shingga dampak ke penguatan rupiah langsung terasa,” lanjut Bhima.
Bhima melanjutkan, memang efek knaikan bunga acuan sampai 1 persen dalam 2 bulan ini akan langsung dirasakan ke bunga kredit perbankan.
“Kekhawatiran bunga acuan yg sudah naik 100 bps ini bakal kontraksi ke sektor riil terutama ke pertumbuhan ekonomi, kalau cost of borrowing naik, pengusaha bisa akukan aneka efisiensi untk tekan biaya produksi,” jelasnya.