Moody's: Dukungan Pemerintah Perkuat Rating Utang PGN untuk Akuisisi Pertagas
Moody's resmi menaikkan peringkat PGN menjadi Baa2 dengan outlook stabil pada Jumat (6/7). Rating itu juga berlaku bagi surat utang PGAS
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Awal pekan lalu, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) telah mengumumkan rencana pendanaan akuisisi 51 persen saham PT Pertamina Gas (Pertagas) senilai Rp 16,6 triliun dalam tempo 90 hari ke depan.
Keputusan manajemen untuk mendanai sepertiga nominal akuisisi dari kas internal (sekitar Rp 5,53 triliun), serta duapertiga sisanya dari pinjaman perbankan (sekitar Rp 11,06 triliun) mendapat respons positif dari Lembaga Pemeringkat Moody's Investors Service.
Moody's resmi menaikkan peringkat PGN menjadi Baa2 dengan outlook stabil pada Jumat (6/7). Rating itu juga berlaku bagi surat utang emiten berkode saham PGAS tersebut. Penaikan rating ini dihitung usai PGN mengumumkan keputusan mengambil 51 persen saham Pertagas senilai Rp 16,6 triliun.
"Moody's memahami PGN berencana mendanai dana akuisisi tersebut dari utang baru dan kas internal yang sampai 31 Maret 2018 lalu jumlahnya mencapai 1,19 miliar dolas AS," ujar Abhishek Tyagi, Vice President sekaligus Analis Senior Moody's dikutip dari risetnya.
Tyagi menjelaskan, keputusan perusahaannya untuk menaikkan rating utang PGN menjadi Baa2 dengan outlook stabil didasari oleh tiga faktor fundamental.
Pertama, meskipun utang baru untuk membeli saham Pertagas bakal melemahkan matriks keuangan PGN, namun angkanya masih aman karena lebih tinggi dari angka toleransi atas rating tersebut di kisaran 9-12 persen.
"Dalam beberapa tahun terakhir, PGN berhasil menjaga konsistensi peningkatan pendapatan meskipun terjadi penyesuaian harga gas dan tarif distribusi yang ditetapkan pemerintah. Jadi munculnya beban utang baru masih aman bagi PGN," kata Tyagi.
Kedua, akuisisi Pertagas dinilai Moody's bakal memperkokoh dominasi bisnis gas PGN di Indonesia baik di midstream maupun downstream. Pasalnya pascaakuisisi rampung, PGN akan menjadi satu-satunya operator yang menguasai jaringan transmisi dan distribusi gas di dalam negeri.
"Jaringan pipa gas PGN akan bertambah 30 persen setelah akuisisi. Hal tersebut akan mendukung tercapainya efisiensi biaya operasi dan belanja modal perusahaan ke depan," jelasnya.
Sampai akhir kuartal I 2018, panjang pipa gas yang dimiliki PGN mencapai lebih dari 7.453 kilometer (km) atau setara dengan 80 persen pipa gas bumi nasional. Dari infrastruktur tersebut, PGN menyalurkan gas bumi ke 196.221 pelanggan industri maupun rumah tangga.
Sementara panjang pipa yang dikelola Pertagas mencapai 2.438 km. Sehingga dengan bergabungnya dua perusahaan, maka PGN menguasai infrastruktur pipa gas bumi di Indonesia sebesar 96 persen.
Ketiga, faktor fundamental yang tidak kalah pentingnya adalah adanya dukungan pemerintah atas rencana bisnis PGN ke depan sebagai anak usaha dari holding BUMN Migas yaitu PT Pertamina (Persero).
Pengalihan 56,96 persen saham seri B milik Pemerintah di PGN ke Pertamina beberapa waktu lalu, ditambah dengan tetap dikuasainya saham seri A Dwiwarna PGN oleh negara, menurut Moody's merupakan jaminan atas setiap aksi korporasi korporasi yang dilakukan PGN ke depan.
"Kami meyakini Pemerintah Indonesia akan terus memberi dukungan bagi PGN untuk mengoptimalkan aset yang dimilikinya. Apalagi dengan tetap menguasai saham dwiwarna, maka pemerintah masih memiliki hak veto untuk menyetujui keputusan strategis yang baik untuk perusahaan ke depan," kata Tyagi.