Selain Pelumas dan SPBU, Shell Juga Ingin Berbisnis LNG di Indonesia
Shell menyatakan terus membuka peluang untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia. "Shell selalu menjajaki peluang bertumbuh," kata Dina.
Editor: Choirul Arifin
Meski begitu, permintaan LNG dari pasar domestik tak mampu menyerap seluruh produksi LNG tahun ini.
Edi Saputra, Analis Senior Gas and Power Lead Asia Wood Mackenzie, memproyeksikan, Indonesia bisa memproduksi LNG tahun ini berkisar 18,5 juta mtpa.
Produksi itu berasal dari Kilang Bontang sebanyak 9 juta mtpa, lapangan Tangguh mencapai 7 juta mtpa, serta Donggi Senoro 2,5 juta mtpa.
Dari total produksi LNG tersebut, yang memiliki kontrak untuk pasar ekspor khususnya Asia Timur hanya mencapai 12,5 juta mtpa. Sementara kebutuhan domestik sebesar 2,8 juta mtpa. Alhasil, ada surplus LNG sebesar 3-4 juta mtpa pada tahun ini.
Edi menilai, kebutuhan LNG domestik saat ini belum menunjukkan kenaikan signifikan.
Dia bahkan memproyeksikan Indonesia masih bisa surplus LNG hingga tahun 2024. Itu pun dengan memperhitungkan kontrak-kontrak Pertamina dengan Cheniere Energy, Total, serta Woodside Energy.
"Kami melihat gap-nya muncul di tahun 2025, gap itu kebutuhan impor. Pada tahun 2024 masih surplus," ujar Edi, belum lama ini.
Di Indonesia, Shell menjalankan aktivitas bisnisnya di sektor hulu dan hilir.
Di sektor hilir, aktivitas bisnis Shell meliputi BBM, pelumas untuk industri, otomotif dan transportasi, bahan bakar untuk industri kelautan, bahan bakar komersial dan bitumen.
Shell Indonesia melayani pangsa pasar bisnis dan pengendara bermotor. Shell mengelola kegiatan bisnis yang meliputi pemasaran dan perdagangan pelumas secara langsung maupun melalui distributor-distributor yang telah ditunjuk.
Di sektor hulu, Shell merupakan mitra strategis Inpex, operator Masela PSC yang meliputi lapangan gas Abadi.