Perluasan Insentif Pajak Perlu Digenjot untuk Atasi Defisit Neraca Jasa
Pemerintah Indonesia diharapkan mampu membuka peluang-peluang baru untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Pemerintah Indonesia diharapkan mampu membuka peluang-peluang baru untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dengan berfokus kepada ekspor jasa.
Hal tersebut diutarakan ekonom senior Mari Pangestu dalam acara dialog “Peluang dan Tantangan Ekspor Jasa Indonesia”, yang digelar oleh CSIS di Graha Pakarti, Jakarta, kemarin.
"Kita harus perhatikan struktur impor jasa kita, daya saing kita di mana saja, sehingga kita dapat meningkatkan standar dan lebih bersaing," kata Mari.
Menurutnya, sektor jasa tumbuh 5,69 persen di tahun 2017, lebih tinggi dari pertumbuhan nasional 5,07 persen dan sektor lainnya, seperti manufaktur 4,95 persen dan agrikultur 2,59 persen.
"Komposisi sektor jasa dalam PDB nasional meningkat 40,6 persen di 2010 menjadi 43,6 persen di 2017, sementara sektor agrikultur dan manufaktur menurun. Karena itu jasa berperan sebagai input atau enabler untuk sektor lainnya seperti logistik, transportasi, travel, dan bisnis agar bisa bersaing," jelas mantan Menteri Perdagangan di era SBY itu.
Baca: Kekinian! Sepatu Balenciaga Speed Trainer Makin Digemari Artis, Harga Rp 8 Jutaan, Jangan Tertipu KW
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menyatakan, defisit transaksi berjalan yang dialami Indonesia pada 2017 mencapai 17,29 miliar dolar AS karena besarnya ketergatungan negara pada impor jasa.
“Kita beli jasa di luar lebih banyak dibandingkan kita ekspor jasa ke luar, ini penyakit struktural, kita nggak bisa bikin ekspor tanpa impor dulu,” ungkapnya.
Hingga saat ini, Pemerintah telah menerapkan perluasan insentif pajak untuk mengatasi masalah defisit Indonesia termasuk insentif tax holiday untuk investasi di bidang manufaktur.
“Lewat insentif ini Pemerintah mengharapkan ekspor jasa manufaktur dapat tumbuh dan memberikan dampak positif terhadap neraca jasa,” jelas Suahasil.
Namun, kata dia, masih dibutuhkan insentif lebih untuk mendorong perbaikan neraca jasa, yaitu dengan perluasan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap sektor-sektor ekspor jasa yang dipandang strategis oleh Pemerintah.
Meski mendukung adanya perluasan pembebasan PPN terhadap sektor ekspor jasa yang strategis, Suahasil menekankan perluasan pembebasan PPN ekspor jasa masih diperhadapkan dengan isu pengawasan konsumsi. Karenanya, untuk mengatasi tantangan yang ada Pemerintah tengah menggodok langkah untuk memastikan ekspor jasa dikonsumsi di luar negeri.
“Selain pembebasan pajak investasi asing, pemerintah juga perlu mendorong pembebasan PPN atas ekspor jasa untuk meningkatkan daya saing Indonesia”, tandas Suahasil.