Banyak Kasus Korupsi di Tambang, Ketua PP Muhammadiyah: Karena yang Dipakai Pemerintah Nalar Rente
"Akhirnya kita akan menjadi generasi yang menjadi bangsa yang saling mengutuk. Jadilah kita bangsa terkutuk karena saling mengutuk."
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Choirul Arifin
![Banyak Kasus Korupsi di Tambang, Ketua PP Muhammadiyah: Karena yang Dipakai Pemerintah Nalar Rente](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/diskusi_20180730_191806.jpg)
Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nalar pemerintah dalam membuat kebijakan dinilai ikut memiliki andil besar terhadap banyaknya tindak pidana korupsi yang berhubungan dengan perizinan di bidang tambang dan migas.
Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan hal itu karena kebijakan yang dibuat pemerintah hanya dengan menggunakan nalar ekonomi jangka pendek yang hanya ingin mencari keuntungan yang besar.
Baca: Bahas Koalisi: SBY dan Prabowo Pagi Ini Kembali Bertemu, Kali Ini Busana Batiknya Tak Sama
"Nalar yang digunakan nalar jangka pendek, nalar rente," ujar Dahnil dalam diskusi bertajuk 'Menagih Komitmen Keberpihakan Perijinan Tambang dan Migas Untuk Kepentingan Nasional' di Auditorium KH. Ahmad Dahlan, Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Senin (30/7/2018).
Nalar rente atau finansial cost itu menurutnya sesungguhnya dibuat tanpa memikirkan seberapa banyak sumber daya alam yang akan diwariskan ke generasi masa depan.
Pasalnya, sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 yang mengamatkan sumber daya alam (SDA) dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Seharusnya, sambung Dahnil, pemerintah membuat regulasi tentang SDA dengan menggunakan nalar lestari atau regulasi yang berbasis pada oportunity cost.
Baca: Uji Materi ke MK Tegaskan Sikap Perindo Inginkan Jokowi-JK Dua Periode
Regulasi dengan menggunakan nalar lestari ini ditegaskannya lebih mengutamakan kebijakan jangka panjang ketimbang kebijakan jangka pendek seperti sekarang ini.
"Jadi pesan utama yang dibingkai Muhammadiyah yaitu bagaimana membuat perubahan perspektif pengelola sumber daya alam untuk jangka panjang," tutur Dahnil.
Jika tidak, lanjut Dahnil, maka pemerintah akan selalu saling menyalahkan seperti yang biasa terjadi selama ini.
Seperti pemerintah Jokowi selalu menyalahkan kebijakan pemerintahan era Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pemerintah SBY menyalahkan pemerintahan era Megawati Soekarnoputri, dan seterusnya.
"Akhirnya kita akan menjadi generasi yang menjadi bangsa yang saling mengutuk. Jadilah kita bangsa terkutuk karena saling mengutuk. Karena perspektif kita jangka pendek. Kalau pemimpin kita merubah visi yang tidak rabun jauh, kita bisa meninggalkan sumber daya alam kepada anak cucu kita lebih besar. Hikmahnya adalah mari kita lawan ekonomi rabun jauh dengan pendekatan lestari," tandasnya.
Perlu diketahui, menurut data Indonesia Corruption Wath (ICW) dari tahun 2010 sampai tahun 2017, sudah ada 326 orang yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi SDA dari 115 kasus.
Dari ketiga sektor itu kasus korupsi SDA paling banyak berada di sektor perkebunan dengan 52 kasus, disusul kehutanan 43 kasus dan pertambangan 20 kasus.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.