BUMN Migas Momentum Tepat Bagi PGN Jalankan Fungsi Agregator Gas
dengan status PGN sebagai ujung tombak bisnis gas Pertamina, maka PGN memiliki portfolio yang komplit untuk menjalankan fungsi sebagai agregator gas.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Integrasi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dan PT Pertamina Gas (Pertagas) sebagai subholding bisnis gas dibawah koordinasi PT Pertamina (Persero) dengan kelanjutan proses Holding BUMN Migas merupakan momentum yang tepat bagi PGN untuk menjalankan fungsi agregator gas di Indonesia.
Direktur Komersial PGN, Danny Praditya mengungkapkan, dengan status PGN sebagai ujung tombak bisnis gas Pertamina, maka PGN memiliki portfolio yang komplit untuk menjalankan fungsi sebagai agregator gas.
Ia mencatat, setidaknya ada 3 faktor yang bisa mendorong PGN mampu menjalankan mandat sebagai agregator gas.
Pertama, pasokan dari sumber lapangan gas Pertamina, kini bisa dijual oleh PGN ke seluruh pelanggannya.
Menurutnya, sesuai pemetaan yang telah dilakukan tim dari Pertamina, PGN, dan Pertagas, setidaknya ada 7 sumber gas baru yang bisa dipasarkan PGN:
1. Gas Blok Mahakam yang mulai 1 Januari 2018 dialihkan pengelolaannya ke Pertamina
2. Gas Blok Cepu yang diperkirakan bisa berproduksi secara komersial tahun ini
3. Gas lapangan Puspa sebanyak 45-50 MMSCFD yang bisa dikomersialisasi tahun ini
4. Gas lapangan Cikarang Tegal Pacing sebanyak 15 MMSCFD
5. Gas lapangan Salawati sebanyak 20 MMSCFD yang bisa dikomersialisasi mulai 2019
6. Gas lapangan Bambu Besar sebanyak 10 MMSCFD yang juga bisa dikomersialisasi tahun depan, dan
7. Lapangan Simenggaris yang diperkirakan mampu memproduksi gas sebanyak 10 MMSCFD mulai 2021.
"Dengan terbentuknya Holding BUMN Migas, maka pendapatan dari penjualan gas lapangan-lapangan tersebut akan terkonsolidasi ke Pertamina, sehingga nilai ekonomis dari sektor gas hulu ke hilir bisa masuk ke Pertamina. Untuk itu, kami akan bertindak sebagai penjualnya," kata Danny, di sela acara Gas Indonesia Summit and Exhibition 2018 di Jakarta, Jumat (3/8).
Kedua, jumlah infrastruktur gas yang dikelola PGN menjadi bertambah karena adanya tambahan pipa gas Pertagas yang kini menjadi bagian dari jaringan pipa PGN.
Sebelumnya, Direktur Utama PGN, Jobi Triananda Hasjim saat membuka Gas Indonesia Summit and Exhibition 2018, mengatakan sinergi kedua perusahaan menjadikan jaringan pipa gas yang dikelola PGN sepanjang 9.600 kilometer.
Ia memperkirakan pertumbuhan volume distribusi gas bumi pasca integrasi bisa mencapai 7 persen per tahun. Selain itu, volume transportasi gas bumi diperkirakan turut mengalami peningkatan sekitar 5% per tahun.
"Dari sisi jumlah pelanggan, diperkirakan akan ada penambahan 40.000 pelanggan rumah tangga pada 2019. Di sektor industri dan komersial, penambahan pelanggan diperkirakan mencapai 90 pelanggan dari posisi saat ini 3.820 pelanggan," jelas Jobi.
Ketiga, dengan ditetapkan pemerintah kepada PGN sebagai subholding bisnis gas bumi, maka kapasitas investasi PGN akan meningkat akibat tidak ada lagi duplikasi pembangunan jaringan infrastruktur pipa gas dengan Pertagas seperti yang selama ini terjadi.
Danny menyebut, pembentukan Holding BUMN Migas akan meningkatkan kapasitas investasi pengembangan sektor gas sebesar 9,5 miliar dolar AS pada periode 2017 sampai 2030 mendatang.
"Secara keseluruhan integrasi PGN ke Pertamina dan Pertagas ke PGN akan meningkatkan kapasitas investasi sebesar US$ 32 miliar sampai 2030 mendatang. Artinya akan semakin banyak jaringan pipa gas yang kami bangun ke depannya dengan harapan bisa melayani lebih banyak lagi pelanggan," kata Danny.
Tantangan Industri Gas Bumi
Ia melanjutkan, dengan Holding BUMN Migas maka tantangan terbesar pemanfaatan gas bumi yang dihadapi Pemerintah bisa teratasi. Mulai dari pengembangan pasar dan infrastruktur, khususnya di area baru karena alasan keekonomian dan risiko tidak ada pembeli, pengembangan lapangan baru karena alasan keekonomian dan kepastian pembeli, disparitas harga gas antar wilayah, sampai supply chain yang tidak efisien.
"Salah satu cara yang paling efektif untuk mengatasi problem tersebut adalah apabila Indonesia memiliki agregator gas, yang berfungsi mengagregasikan tidak hanya harga beli gas dari lapangan yang keekonomiannya berbeda-beda. Melainkan juga mengagregasikan biaya infrastruktur yang bervariasi," katanya.
Ia memastikan, dengan adanya agregator gas maka percepatan pengembangan infrastruktur dan pasar-pasar baru akan menjadi lebih feasible karena keekonomiannya ditopang oleh infrastruktur eksisting.
"Selain itu keberadaan agregator gas dapat membuat harga jual gas di seluruh wilayah Indonesia lebih merata dan berkeadilan," tambah Danny.
Dengan kemampuan untuk menyediakan harga gas yang lebih efisien, penetapan PGN sebagai agregator gas akan menguntungkan para pelanggan gas perusahaan. Baik yang berskala besar seperti PT PLN (Persero), industri pupuk, industri logam baik yang berstatus BUMN maupun swasta.
"Keuntungan harga gas yang lebih terjangkau dan berkeadilan juga akan dirasakan pelanggan UKM dan rumah tangga," pungkasnya.